Lembar Dakwah LABBAIK

Friday, January 25, 2008

MEMAKMURKAN MASJID



"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada apa pun kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. At Taubah:18)

Tersebutlah di suatu kampung tak memiliki keranda untuk menandu orang yang meninggal. Setiap ada orang yang meninggal, hanya menggunakan kain sarung dengan dua bilah bambu yang dimasukkan ke dalamnya untuk memudahkan menandunya. Sangat berabe dan tidak praktis.

Atas inisiatif sesepuh kampung, mereka bermusyawarah untuk membuat keranda yang terbuat dari besi. Warga kampung pun menyepakatinya. Dikumpulkannya sumbangan berupa uang. Mulai dari yang ratusan rupiah, ribuan, bahkan puluhan ribu rupiah.

Singkat cerita, selesailah keranda tersebut. Secara bergurau, sesepuh kampung menawarkan kepada warganya, "Silahkan! Siapakah yang hendak pertama kali memakai keranda ini?" Tak ada seorang warga pun yang ingin menggunakannnya. Malahan mereka berkata, "Amit-amit, aku belum ingin menggunakannya. Aku ingin panjang umur. Biarlah orang lain terlebih dahulu yang menggunakannya." Apabila kita jujur mengamati dan menyadari, masjid di sekitar kita banyak yang senasib dengan keranda. (Masjid Bukan Hanya Bangunan Fisik; oleh Ade Sudaryat).

Saat ini mungkin seorang muslim tidak akan kesulitan untuk mencari sebuah masjid. Banyak masjid yang telah berdiri di berbagai tempat, baik besar maupun kecil, di kota maupun di desa, megah maupun sederhana, semuanya menandakan bahwa umat Islam begitu peduli terhadap pendirian rumah Allah. Tentunya ini merupakan hal yang menggembirakan bagi umat Islam, karena banyak tersedia masjid yang akhirnya memudahkan umat Islam untuk beribadah kepada Allah swt. dan lebih mendekatkan diri pada-Nya. Memakmurkan masjid Allah dalam realitas masyarakat sekarang ini kadang diterjemahkan dengan semakin memperbanyak pembangunan masjid. Tidak sedikit pribadi berlomba-lomba menyisihkan sebagian hartanya untuk berkontribusi dalam pembangunan sebuah masjid. Akan tetapi, semangat untuk mendirikan masjid di kalangan masyarakat ternyata tidak seimbang dengan semangat mereka untuk memakmurkan masjid yaitu dengan menghidupkannya melalui syiar Islam dan kegiatan-kegiatan keIslaman, atau setidaknya memenuhi masjid dengan shalat fardhu berjamaah. Kurangnya kepedulian umat Islam terhadap pemakmuran masjid, menjadikannya seperti bangunan kosong yang tak berpenghuni.

Memakmurkan masjid memiliki arti yang sangat luas, yaitu dengan menyelenggarakan kegiatan yang bernilai ibadah. Di antara kegiatan yang tergolong memakmurkan masjid adalah Pengelolaan Masjid, Majelis Taklim, Taman Pendidikan Alquran, Remaja Masjid, Perpustakaan, Koperasi, Poliklinik, Unit Pelayanan Zakat (UPZ), Konsultasi, Asy Syifa, Bantuan Hukum, Bursa Tenaga Kerja, Sekolah, Bank Syariah, BMT, BPRS, Kantor Pos, Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Rumah Sakit, Toko Buku, Pusat Informasi, Wartel, dan sebagainya.

Selanjutnya tingkat kemakmuran masjid sangat dipengaruhi oleh kepengurusan masjid yang profesional dan dukungan dari masyarakat sekitarnya. Tanpa takmir yang amanah dan taqwa dan dukungan dari masyarakat, baik tenaga (partisipasi), pikiran maupun harta, masjid akan menjadi sepi dari berbagai kegiatan ibadah dan syiar Islam. Masjid seringkali menjadi simbol kebesaran Islam, namun tampak kecil karena kurangnya kepedulian dari umat Islam itu sendiri. Dan hanya orang-orang pilihan yang mempunyai keteguhan, kekuatan dan kekokohan imanlah yang Allah pilih untuk mengelola rumah-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. At Taubah: 18 di atas.

Tidak terasa, kita hampir memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan penuh berkah, bulan penuh ampunan, bulan yang senantiasa dirindukan oleh setiap mukmin. Bulan di mana umat Islam berlomba-lomba dalam kebaikan (beribadah dan beramal sholih), berusaha sebaik mungkin dalam meningkatkan kualitas diri untuk mencari perhatian dari Allah swt, karena perhatian dari-Nya adalah segalanya. Sebaik-baik kasih sayang adalah yang berasal dari Sang Maha Penyayang. Berusaha agar dapat dimasukkan dalam golongan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin) dan pada akhirnya dapat mencicipi nikmatnya jannah (surga).

Ramadhan adalah bulan yang suci, yang perlu kita sambut dengan jiwa yang suci pula. Sehingga ketika memasuki bulan Ramadhan, kita dapat bersimpuh di hadapan Yang Maha Suci dengan jiwa yang suci, jiwa yang merindukan rahmat dan maghfirah-Nya.

Berbicara tentang Ramadhan, ada sebuah fenomena yang sangat menakjubkan di mana setiap muslim berbondong-bondang beramal dan memakmurkan masjid. Semaraknya masjid bukan saja pada waktu buka puasa bersama ataupun shalat tarawih, namun juga banyak kegiatan mengkaji ilmu Allah dan Ibadah lainnya. Suasana sejuk dan menentramkan ini, sangat disayangkan hampir tidak banyak dijumpai di luar bulan suci Ramadhan, bahkan selepas Syawal masjid terasa gersang serta sepi dari aktifitas ubudiyah. Hanya sedikit dari kaum muslimin yang berupaya untuk tetap memakmurkan masjid dan menjadikannya pusat syi'ar Islam.

Masjid merupakan sarana yang tepat untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas ibadah kita kepada Allah swt. terutama di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan menghampiri kita. Memperbanyak beribadah di masjid dan senantiasa menempati shaf pada saat shalat fardhu akan melambungkan pahala dan derajat seorang muslim di hadapan Allah swt. Bahkan pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk berdiam diri di masjid. Memperbanyak berdzikir dan beribadah kepada Allah serta berlomba-lomba dalam berusaha meraih malam Lailatul Qadr.

Namun demikian, pada bulan Ramadhan pula kita dapat menjumpai seberapa besar ketegaran seorang muslim untuk tetap istiqomah dalam ibadah dan ikut serta menghidupkan masjid. Karena banyak masjid yang pada malam pertama jama’ah shalat tarawih sangat banyak, bahkan tak tertampung sampai ke halaman masjid. Tetapi, dari hari ke hari menuju penghujung bulan Ramadhan jumlah jama’ah semakin menyusut tipis, bahkan hanya beberapa gelintir muslim saja yang sanggup bertahan. Demikian juga dengan jama’ah kajiannya. Pada hari pertama, biasanya banyak jama’ah yang semangat untuk mengikuti kajian di masjid dengan niatan untuk menuntut ilmu agama dan menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai madrasah perbaikan diri menjadi seorang muslim yang lebih baik. Akan tetapi, seperti halnya jama’ah shalat tarawih, jama’ah kajianpun semakin hari semakin menyusut. Padahal salah satu dari penghuni surga Allah adalah pemuda yang hatinya senantiasa merindukan masjid, tetapi sungguh jarang pada zaman sekarang menemukan pemuda yang hatinya terpaut pada masjid. Memang sungguh sangat menyedihkan nasib masjid pada saat ini.

Allah memberikan beberapa syarat sifat kepada mereka yang memakmurkan masjid (aktifis masjid) dengan sesungguhnya, hanya orang dengan 4 sifat inilah yang dalam pandangan Allah dikatakan sebagai orang yang memakmurkan masjid serta mendapatkan karunia-Nya berupa digolongkan ke dalam golongan orang yang mendapatkan petunjuk:

Beriman kepada Allah dan Hari Akhir
Orang yang diberikan hak Allah memakmurkan masjid adalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Keimanan kepada Allah dan hari akhir ini merupakan bukti yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lain seperti binatang. Binatang hanya mengenal apa-apa yang sifatnya lahiriyah dan keduniawian saja, dan tidak pernah melihat sisi ruhani. Oleh karena itu sangat wajar kalau ada binatang yang saling berhubungan dengan yang lainnya tanpa mengindahkan norma karena demikianlah Allah menciptakan mereka. Akan tetapi kalau ada manusia yang perilakunya seperti binatang, maka derajatnya sama dengan binatang bahkan lebih rendah lagi, seperti difirmankan Allah:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. al-A'raf: 179)

Antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir sering diredaksikan al-Qur'an secara berurutan karena keimanan kepada kedua hal ini, bisa menjadi pembeda antara orang-orang yang beriman dengan mereka yang keimanannya hanyalah dusta. Orang yang beriman tidak akan menghalalkan segala cara dalam berusaha dengan sebuah keyakinan Allah SWT Maha Mengetahui dan Dia akan memberikan balasan atas seluruh perbuatan manusia pada hari akhir kelak.

Ketika seorang yang keimanannya benar memiliki harapan duniawi, dia akan senantiasa berupaya mencapainya dengan cara yang halal, di samping itu menghubungkannya dengan akhirat, apakah dunia yang dicarinya itu bisa menjadi sarana menggapai kebahagiaan akhirat ataukah tidak? Seperti dikisahkan shahabat mulia Abdurahman bin Auf yang pernah mendengar Rasulullah bersabda dirinya akan masuk sorga dengan merangkak karena hartanya, maka seketika Abdurahman bin Auf menginfakkan seluruh hasil perniagaannya berupa 10.000 ekor unta berikut muatannya. Ini menjadi cerminan seorang mukmin menggunakan dunia yang diraihnya untuk mencari kebahagiaan akhiratnya.

Mendirikan Sholat
Sifat kedua yang harus dimiliki oleh orang yang berhak memakmurkan masjid adalah orang yang bisa tetap mendirikan shalat. Shalat akan menjaga setiap mukmin dari perbuatan keji dan mungkar serta senantiasan menjaga kekuatan hubungan dengan Allah. Firman Allah:
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah.“ (QS. al-Maidah: 55)

Jangan sampai terjadi pengelola masjid sangat jarang shalat di masjid dan hanya datang ke masjid dalam peringatan hari besar Islam saja sebelum akhirnya menghilang lagi selesai acara. Orang seperti ini tidak layak menjadi pengelola masjid karena ia bukan aktifis masjid. Dalam memilih orang menjadi pengurus masjid juga diupayakan untuk tidak menghalalkan segala cara.
Kadang ada sebagian orang yang menunjuk seseorang untuk menjadi pengelola/pengurus masjid bukan karena keaktifannya untuk memakmurkan masjid dengan amal ibadah, akan tetapi dipilih karena dia orang berpangkat atau kedudukannya yang terpandang di masyarakat. Keadaan seperti ini dikatakan menghalalkan segala cara dalam memilih pengurus masjid dan jelas menyalahi aturan Allah SWT yang menyaratkan mereka yang menegakkan sholatlah yang berhak memakmurkan masjid.

Menunaikan Zakat
Sifat yang harus dimiliki oleh orang yang memakmurkan masjid adalah memperhatikan masalah zakat. Ini sangat penting, karena menyangkut upaya untuk senantiasa membersihkan diri dari berbagai kotoran hati, dengan zakat menjadi wujud kesadaran bahwa apapun yang ada pada diri manusia merupakan amanah (titipan) Allah sehingga terjauh dari sifat bakhil dan tidak terpuji, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah: 103)

Tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah
Seorang aktifis masjid adalah mereka yang penuh ‘Izzah (harga diri) karena ia hanya memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Pribadi yang memiliki ‘Izzah di hadapan Allah akan dipenuhi kemuliaan karena senantiasa berupaya menerapkan aturan-aturan-Nya serta meninggalkan segala sesuatu yang dilarang-Nya. Hal ini sekaligus menjadi gambaran, seorang aktifis masjid tidak akan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya terlebih ketika hal itu sesuatu yang dilarang Allah serta berusaha ridha terhadap apapun ketetapan Allah, seperti difirmankan Allah:
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka (orang-orang dzalim) dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan Nikmat-Ku atas-Mu, dan supaya kamu mendapatkan petunjuk.” (QS. al-Baqarah: 150)

Masjid merupakan baitullah (rumah Allah) yang harus senantiasa dijaga kesuciaannya, kehormatan, dan menjadi pusat pembinaan serta aktifitas kaum muslimin di dunia. Dengan orang-orang yang diberikan hak Allah untuk memakmurkan sajalah masjid akan mencetak pribadi dan masyarakat yang sholeh dan tunduk kepada Allah. Insya Allah ketika jiwa-jiwa kaum muslimin telah terikat kepada masjid, nuansa sejuk bulan penuh rahmat Ramadhan akan senantiasa kita rasakan. Dan Rasulullah SAW beserta generasi terbaik umat manusia (para shahabat) telah menunjukkan kerja keras membangun peradaban Islam dengan masjid sebagai pusatnya. Generasi yang muncul adalah para shahabat dengan hati penuh keimanan dan ketaqwaan yang membawa kedamaian, bahkan Allah-pun tak segan memberikan kemuliaan dan kejayaan kepada mereka dunia dan akhirat-Nya.

Wallahu a’lam bishshawab. [UM]

Tambahan:
"Akan terdapat enam keanehan di akhir zaman. (1) masjid berada di tengah-tengah pemukiman penduduk, sementara penduduknya sudah enggan melaksanakan salat di dalamnya, (2) setiap rumah/orang memiliki Alquran, tapi jarang membacanya, (3) orang-orang fasik berlomba-lomba menghafal Alquran, (4) wanita salehah bersuami ahli maksiat, (5) laki-laki saleh beristri ahli maksiat, (6) ulama berada di tengah-tengah kaumnya yang sudah enggan lagi mendengarkan fatwa atau nasihatnya" (Ibnu Hajar Al'asqolany, Nashoihul 'ibad: 42).

UKHUWAH ISLAMIYAH


HARI JADI KOPERASI DAN MOMENTUM MEMAHAMI KEMBALI UKHUWAH ISLAMIYAH

Setiap tanggal 12 Juli bangsa indonesia memperingati hari koperasi. Dalam kamus bahasa Indonesia koperasi diartikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan (http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi)

Gagasan tentang koperasi itu sendiri telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya (self-help organization) untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan pegawai dan petani, oleh Patih Purwokerto, Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian terhadap koperasi.

Koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam peta pemikiran ekonomi Bung Hatta. Sebagaimana diketahui, sebagai bapak koperasi Indonesia, Bung Hatta tidak hanya memandang koperasi sebagai bangun perusahaan yang ideal pada dataran mikro, tetapi sekaligus memandangnya sebagai sumber inspirasi dalam mengembangkan sistem perekonomian Indonesia pada dataran makro (Revrisond Baswir, republika.co.id; 2 agustus 2004). Akan tetapi, kabar tentang koperasi saat ini tidak menggembirakan. Di antara tiga pilar perekonomian, koperasi adalah sektor yang paling tertinggal. Bahkan, koperasi dikaitkan dengan gejala KKN. Asas kekeluargaan diterapkan sebagai "asas keluarga". Hal ini erat kaitannya dengan kebijakan "jatah" dan "fasilitas" khusus dari Pemerintah, terutama di masa Orde Baru. Orang masuk koperasi bukan karena ingin bekerja sama dalam kegiatan produktif, melainkan karena ingin menikmati fasilitas dan jatah dari Pemerintah (Dawam Raharjo, kompas 22 Agustus 2002).

Terlepas dari semua itu, Ada poin penting yang patut kita pelajari, bersamaan dengan momen penting hari jadi koperasi di tahun 2007 ini. Terkait dengan Semangat kekeluargaan yang dijadikan asas dalam koperasi. Islam memandang semangat kekeluargaan dengan penafsiran yang lebih luas. Semangat kekeluargaan diterapkan bukan karena faktor kepentingan individu atau golongan akan tetapi betul-betul atas dasar keikhlasan dan pencapaian keridloan Allah SWT semata. Untuk mencapai pemahaman tentang kekeluargaan tersebut perlu kiranya memahami betul arti Ukhuwah Islamiyah.

UKHUWAH ISLAMIYAH
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling memutuskan hubungan dan janganlah sebagian kamu menyerobot transaksi sebagian yang lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya), mendustainya dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu berada di sini (beliau menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah seseorang (muslim) dianggap (melakukan) kejahatan karena melecehkan saudaranya. Setiap muslim atas muslim lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya". (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Hadits di atas mengajarkan kepada kita tentang syarat-syarat ukhuwah Islamiyah yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, di antaranya:

Larangan Saling Mendengki
"Dan janganlah kalian saling mendengki". Berkata Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul Ulum wal Hikam: "Tidak boleh saling mendengki atas sebagian kalian terhadap sebagian yang lain. Dengki yaitu perasaan tidak suka kalau ada orang lain mengunggulinya dalam salah satu keutamaan yang dimilikinya".

Asy-Syaikh Al-'Allamah Muhammad Hayat As-Sindi berkata dalam kitabnya Syarh Arba'in Nawawiyah: "Tidak boleh sebagian di antara kamu mengharapkan lenyapnya kenikmatan dari sebagian yang lain, karena perbuatan itu akan menjadikannya ingkar terhadap Allah, yaitu terhadap apa-apa yang telah Allah bagi dan tentukan dengan hikmah dan ketentuan-Nya. Dengki itu dapat menyebarkan permusuhan, ghibah dan namimah. Orang yang suka mendengki itu hatinya selalu sedih dan gundah, sebab dia akan selalu tersiksa oleh perbuatannya setiap kali melihat orang yang didengkinya mendapat kenikmatan."

Larangan Saling Menipu
"Janganlah saling menipu." Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul Ulum wal Hikam berkata: "Banyak sekali ulama yang menafsirkan kata “an-najsy” di sini dengan arti meninggikan penawaran harga barang yang dilakukan oleh orang yang tidak akan membelinya, mungkin untuk memberikan manfaat bagi penjual dengan adanya tambahan harga, atau untuk mencelakakan pembeli dengan meninggikan harga yang harus dibayar."

Dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alahi wasallam, bahwa beliau melarang menawar barang melebihi harganya (dengan tujuan menipu pembeli lain). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abi Aufa berkata: "Pelaku tipu menipu (seperti ini) adalah pemakan riba dan pengkhianat."

Larangan Saling Membenci
"Dan janganlah kalian saling membenci." Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Imam Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah berkata: "Janganlah kalian melakukan apa yang akan menyebabkan saling membenci karena itu akan menyebabkan bermacam-macam kerusakan di dunia dan bencana di akhirat."

Al-Imam Al-Hafizh Rajab Al-Hambali berkata: "Sesama muslim dilarang saling membenci dalam hal selain karena Allah, apalagi atas dasar hawa nafsu, karena sesama muslim itu telah dijadikan Allah bersaudara dan persaudaraan itu saling cinta bukan saling benci."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim)

Larangan Saling Memutuskan Hubungan (Silaturahim)
"Janganlah kalian putuskan hubungan." Al-Imam Al-'Allamah Ibnu Daqiqil 'Ied berkata: "Makna 'tadabaru' adalah saling bermusuhan, dan ada pula yang mengatakan saling memutuskan hubungan karena masing-masing saling membelakangi."
Asy-Syaikh Al-'Allamah Muhammad Hayat As-Sindi berkata: "Tidak diperbolehkan sebagian kalian berpaling dari sebagian yang lain, tetapi seharusnya kalian menghadapi mereka dengan wajah berseri-seri, hati yang bersih dari kedengkian dan permusuhan serta dengan tutur kata yang manis."

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, keduanya bertemu tidak saling menyapa, sebaik-baik di antara keduanya adalah yang memulai salam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Larangan Menyerobot Transaksi Saudara Sesama Muslim
Asy-Syaikh As-Sindi berkata: "Ada salah seorang di antara kamu mengatakan kepada orang yang mena war dagangan orang lain, ‘tinggalkanlah, aku akan jual kepadamu dengan harga yang lebih murah’, atau mengatakan kepada orang yang hendak menjual dagangannya kepada seseorang, ‘tinggalkanlah, aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih tinggi’.”

Semua perbuatan di atas menafikan ukhuwah Islamiyah, karena seorang mukmin itu mencintai untuk saudaranya seperti apa yang disukai untuk dirinya. Hendaklah kita melakukan mu'amalah ukhuwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya, dengan cara menghendaki kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghendaki untuk dirinya, dan membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan itu menimpa dirinya.

Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan: "Di dalam lafazh itu menunjukkan bahwa mereka meninggalkan saling mendengki, menipu, membenci, memutuskan hubungan silaturahim dan menyerobot transaksi saudaranya, dengan demikian mereka bersaudara. Dalam hadits ini juga diperintahkan untuk mencari apa saja yang dapat menjadikan orang-orang muslim bersaudara secara mutlak. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain."Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu." (Al-Hujurat: 10)

Jika orang-orang mukmin itu bersaudara mereka diperintahkan untuk dapat melunakkan hati dan mempersatukannya, dilarang melakukan apa yang dapat menyebabkan perpecahan dan perselisihan.Berkata Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi: "Persaudaraan Islam itu lebih kuat dari persaudaraan karena nasab."

Karena itu tidak boleh menzhalimi saudaranya sesama muslim dalam bentuk apapun. Tidak boleh mendiam kan untuk tidak menolongnya jika melihat ia dizhalimi, karena setiap mukmin diperintahkan saling tolong-menolong seperti sabda Nabi: "Tolonglah saudaramu dalam keadaan zhalim atau dizhalimi", ia berkata (Abu Hurairah), 'wahai Rasulullah, aku tolong dia dalam keadaan dizhalimi, lalu bagaimanakah aku menolongnya dalam keadaan zhalim?', beliau bersabda: "Kamu cegah dia dari kezhalimannya maka itulah pertolonganmu kepada nya."(HR. Al-Bukhari)

Penutup
Akhirnya melalui momen penting hari jadi koperasi tanggal 12 juli 2007 ini, marilah kita tingkatkan semangat kekeluargaan. Kekeluargaan merupakan asas penting demi terciptanya hubungan antarsesama yang harmonis. Asas kekeluargaan harus dibangun atas dasar niatan yang suci bukan untuk maksud mendzalimi antara sesama melainkan karena keihlasan dan pencapaian keridhaan Allah SWT semata. Tentunya, kita sebagai umat Islam semangat kekeluargaan tersebut kita jadikan sebagai sarana untuk menjalin ukhuwah islamiyah dengan cara tidak saling mendengki, tidak saling menipu, tidak saling membenci, memutuskan tali silaturahmi dan tidak menyerobot transaksi sesama muslim. Sebagaimana hadis nabi dari Abu Hurairah radhiallahuanhu : "Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling memutuskan hubungan dan janganlah sebagian kamu menyerobot transaksi sebagian yang lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya), mendustainya dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu berada di sini (beliau menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah seseorang (muslim) dianggap (melakukan) kejahatan karena melecehkan saudaranya. Setiap muslim atas muslim lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya". (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Wallahu A’lam Bisshowab. [IT]

Maroji’
Al qur’an dan Hadist
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
Syarh arba'in nawawiyah ,Riyadhush Sholihin dan Tafsir Ibnu Katsir.
www. Kompas.com
www. Republika.co.id

MARI BERBICARA TENTANG CINTA



Jikalau ada sesuatu yang dikatakan paling indah membahagia yang dirasakan seorang manusia dalam hidupnya, maka mungkin kata ini adalah yang selalu muncul terlontarkan oleh siapapun yang menjawabnya. Adalah cinta yang menjadi suatu tema yang senantiasa mengiringi roda hidup sejarah manusia, dari awal dunia dicipta, hingga nanti saat dimana hari kiamat tiba. Bisa dibilang, cinta adalah ruh kehidupan manusia. Tanpanya, hidup seakan hampa tiada makna. Bukan kehidupan namanya jika tidak menyelipkan kata ini menjadi salah satu sub tema dalam setiap persoalan yang pernah dihadapi oleh siapapun manusia.

Cinta memang suatu kata yang tidak pernah basi untuk dibicarakan oleh siapapun, dalam saat kapanpun, dan di tempat manapun. Ianya menjadi isu yang universal yang pernah dirasakan oleh setiap manusia normal yang pernah hidup di alam dunia ini. Hal itu karena cinta adalah sebuah fitrah, suatu ciri dari tabiat seorang manusia. Bilapun ada seseorang yang mengklaim bahwa ia tidak pernah jatuh cinta, maka kita boleh curiga akan hakikat kemanusiaannya.

Alloh telah sempurna ketika mencipta alam ini, tiada secuilpun kekurangan ketika Ia mencipta bumi dan langit dunia dalam enam masa (QS.7:54). Oleh karena itu, Dia juga menciptakan cinta di alam manusia, sesuatu yang menandakan bukti kesempurnaan penciptaan oleh yang Maha Sempurna dalam mencipta alam semesta. Alloh menghadirkan cinta sebagai suatu sarana bagi seorang manusia untuk mendapatkan bahagia. Ia juga menjadikan cinta sebagai salah satu unsur dalam beribadah kepada-Nya.

Beberapa ahli sastra mengatakan sesuatu tentang cinta, bahwa ia menjadikan pengecut menjadi pemberani, yang bakhil jadi penderma, menjadikan si bodoh pintar, memfasihkan lidah yang kelu, mempertajam pena bagi si pengarang, menguatkan si lemah dan melemahkan seorang yang kuat, mendatangkan kegembiraan di dalam jiwa dan kesenangan di dalam hati. Dan, mungkin sudah tidak lagi terhitung ungkapan-ungkapan semakna yang pernah dilontarkan oleh para ahli sastra dan siapapun manusia demi mengapresiasikan apa yang mereka fahami dari sebuah kata sederhana, cinta.

Cinta. Mungkin ia mirip sebuah senjata superdahsyat yang sanggup untuk merubah sesuatu yang mungkin tidak pernah terpikirkan untuk dapat dirubah sebelumnya. seperti yang diungkap oleh para sastrawan di atas, karena cinta-lah sesosok manusia dapat berubah 180 derajat dalam hidup dan kehidupannya.

Cinta merupakan salah satu landasan hidup dan pijakan gerak seorang anak manusia. Oleh karenanya kita diajarkan bahwa cinta menjadi salah satu asas dalam aqidah kita sebagai seorang muslim. Hingga kita mengenal salah satu kategori syirik kepada Alloh adalah syirkul mahabbah, syirik cinta. Kita memahami bahwa cinta dalam pandangan kita adalah cinta yang pertama dan utama yang ditujukan hanya kepada Alloh semata, dan cinta kepada selainnya adalah cinta yang tidak boleh keluar dari bingkai cinta kepada Dia yang kita sembah dengan segala ke-Maha Sempurnaan-Nya dalam segala wujud penciptaan. Dan manakala prinsip cinta yang sudah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya tersebut kita langgar, sudah menunggu di alam neraka siksaan yang menjadi ganjaran oleh karena kesalahan kita terhadap pemaknaan dan penempatan prioritas cinta ketika kita hidup di dunia.

Cinta kepada Alloh adalah salah satu unsur dalam beribadah, dan ia menjadi sifat wajib yang mesti ada dan dimiliki oleh setiap hamba. Sebagaimana apa yang difirmankan Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 165:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh”.

Dalam ayat tersebut Alloh mencirikan secara tegas sebuah karakter dari seorang mu’min dalam mengaplikasikan fitrah cinta, setelah sebelumnya Alloh menjelaskan bahwa ada makna kesepadanan antara aktifitas penyembahan kepada-Nya, dengan kedudukan penyaluran rasa cinta. Secara singkat mungkin ayat ini dapat dibahasakan bahwa menyembah adalah mencinta, oleh karena itu seorang beriman hanya menempatkan cinta kepada Alloh sebagai cinta pertama dan utama, sebelum cinta-cinta kepada yang lainnya. Artinya, cinta adalah salah satu asas dalam beraqidah. Bilamana dalam hal ini kita tersalah, maka akan suramlah nasib seorang manusia, baik itu di dunia, terlebih di akhirat sana. Mengenai hal ini, Alloh pun telah mencontohkan, bagaimana dunia dengan segala perhiasannya kadangkala mampu menyesatkan kita akan kaidah dalam memprioritaskan cinta. Dalam Qur’an Surat At-Taubah ayat 24 Alloh berfirman:
“Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Alloh dan Rosul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan-Nya". Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.

Coba kita perhatikan ayat ini. Segala hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Alloh telah disebutkan. Secara garis besar Alloh membagi menjadi dua kecintaan, yaitu kecintaan yang berlebihan kepada keluarga, dan kecintaan yang berlebihan kepada harta. Kedua cinta ini yang memang biasanya dapat memerosokkan seorang hamba ke lembah kesesatan. Atau, kedua cinta ini yang juga sering menjadi tandingan kecintaan kepada Alloh. Seperti kisah seorang anak dari khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq yang bernama Abdurrahman. Ia memiliki istri yang cantik jelita, yang karenanya, Abdurrahman pernah telat untuk datang menghadiri sholat berjama’ah di masjid. Abu Bakar merasa khawatir terhadap anaknya ini. Lalu ia perintahkan anaknya itu untuk menceraikan istrinya. Sebagai anak yang sangat berbakti, Abdurrahman pun menuruti perintah sang ayah, walaupun ada rasa nelangsa di ufuk dada yang terlukis dalam bait kata-kata:
Demi Alloh, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari kan terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapatiorang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia
Dithalaq karena dosanya
Dia berakhlak mulia
Beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi perkerti tinggi
Bersifat pemalu, dan halus tutur katanya

Mendengar itu, luluh kemudian hati sang Ayah. Maka diizinkanlah mereka rujuk kembali. Tidak berapa lama setelah itu, Abdurrahman pun membuktikan ketinggian cintanya. Dalam sebuah seruan jihad ia memenuhinya, dan ia syahid di medannya sebagai seorang syuhada. Ia telah benar-benar membuktikan kesucian dan ketinggian cintanya kepada Alloh Subhaana wa Ta’ala.
Kisah di atas memang terkesan terlalu tinggi bagi kita. Tapi paling tidak ada sebuah pelajaran agung tentang cinta yang dapat kita ambil hikmahnya. Betapa seorang Abu bakar merasa khawatir kalau kecintaan Abdurrahman terhadap istrinya tumbuh berkembang menjadi tidak sehat, yaitu kecintaan yang mengalahkan cintanya kepada Alloh. Dari kisah inipun kita dapat menarik pelajaran lain. Bahwa cinta yang diikat dengan halalan thoyyiban dalam mahligai pernikahan pun kadangkala dapat menjadi batu ujian bagi dua orang hamba dalam meraih ridho-Nya. Lalu bagaimana dengan kisah cinta remaja dan pemuda zaman sekarang yang sudah sangat menggejala, sehingga apa yang mereka sebut dengan pacaran itu tidak jarang menjadi penyebab mereka melakukan perbuatan berzina. Padahal dalam sebuah ayat dikatakan bahwa mendekati zina saja kita sudah dilarang.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”(QS.Al-Isro:32)

Maka menjadi sebuah peringatan bagi kita semua. Ada aturan dalam Islam yang mengajarkan tentang cinta. Pun, ada etika dalam Islam yang mengatur tentang bagaimana kita berinteraksi dengan sesama, khususnya yang berkenaan dengan hubungan kecendrungan rasa dengan seseorang di kehidupan kita, terutama bagi para pemuda yang belum memiliki keinginan untuk segera menggenapkan separuh agama. Pacaran, dengan segala aktivitasnya adalah termasuk ke dalam perbuatan “mendekati zina”. Maka untuk mendekatinya saja dilarang, apatah lagi jika melakukannya.

PENUTUP
Menjadi suatu hal yang wajib kita fahami dari agama Islam ini adalah kemenyeluruhan dalam ajarannya. Sehingga tidak ada secuilpun dimensi aktifitas yang itu tidak luput dari pengaturan Islam, apalagi ajaran Islam tentang cinta. Fitrah cinta dan kecendrungan rasa menjadi suatu hal yang sangat manusiawi yang pasti dirasakan oleh setiap manusia. Bagi agama ini, cinta menjadi suatu persoalan agung yang benar-benar di perhatikan. Karena ia menjadi salah satu pilar dari sesuatu yang paling mendasar dalam bangunan agama. Ia merupakan salah satu unsur dalam ibadah, sekaligus menjadi asas dalam beraqidah. Maka menjadi bukti kesempurnaan iman seseorang adalah kemengertiannya dan kelurusannya dalam mengaplikasikan fitrah cinta. Sekalipun jangan sampai terjadi kita terjerembab dalam kubangan kesesatan yang disebabkan oleh kesalahan kita dalam menyalurkan rasa cinta. Karena jika saja itu sampai terjadi pada diri kita, maka bersiap saja dihampiri oleh rasa sengsara yang tiada batasnya, hanya karena cinta yang tidak kita sanggup untuk mengaturnya. Wallohu a’lam bish showwab.

PARADIGMA SISTEM PENDIDIKAN ISLAM


PARADIGMA SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
DI TENGAH ERA MODERNISASI DAN GLOBALISASI

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS. An-Nisa: 9)

Ujian Akhir Nasional tingkat Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama telah usai. Banyak kalangan melancarkan aksi protes terhadap penyelenggaraan UAN yang diduga banyak kecurangan. Aksi protes dan mogok siswa yang menentang pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya turut mewarnai jalannya UAN tahun ini. Di samping itu, kontroversial standar nilai minimal kelulusan siswa rata-rata 5,0 terus terjadi. Banyak kalangan yang menilai pemerintah tidak adil, penentuan standar kelulusan ini tidak sebanding dengan upaya pemerintah dalam peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, terutama di daerah-daerah.

Beberapa hari yang lalu, bangsa Indonesia memperingati hari pendidikan nasional. Berbagai acara dan pemberian penghargaan pun digelar, namun yang paling penting dari semua ini adalah bagaimana seluruh kalangan berupaya untuk mengintrospeksi pelaksanaan dan kualitas pendidikan yang ada saat ini. Sudahkah konsep pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa benar-benar terealisasi? Sudahkan output dari sistem pendidikan yang diterapkan saat ini menghasilkan SDM yang tidak hanya unggul dalam segi IPTEK, namun juga memiliki moral dan akhlak yang mulia? Terlebih dalam menghadapi perubahan zaman saat ini. Lalu bagaimana pula dengan keberadaan pendidikan umat Islam khususnya?

Di tengah tuntutan zaman akan SDM yang unggul, menjunjung tinggi kejujuran dan akhlak mulia, dan mampu bersaing di era globalisasi dan modernisasi ini, bangsa Indonesia khususnya umat islam harus terus membenahi sistem pendidikan yang ada. Umat islam yang memiliki tuntunan yang jelas akan pendidikan dalam al-qur’an dan hadits, dan berbagai contoh pendidikan yang diterapkan rosululloh, para sahabat serta para pendahulu kita yang mampu menciptakan kejayaan peradaban dan kebudayaan islam sepanjang abad pertengahan, harus bisa lebih proaktif dalam membenahi sistem pendidikan mulai dari pendidikan dalam keluarga hingga pendidikan di tengah-tengah masyarakat.

Jika kita melihat perjalanan sejarah,kita akan mengetahui bahwa kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa tersebut. Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam. Pada masa itu Rosululloh SAW senantiasa menanamkan kesadaran kepada para sahabat dan pengikutnya akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umatnya untuk senantiasa mencari ilmu.

Dalam haditsnya Rosululloh menyatakan bahwa mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Bahkan Rosululloh juga memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mencari ilmu sejak dilahirkan sampai masuk ke liang lahat,dan memerintahkan pula untuk mencari ilmu meskipun sampai ke negeri Cina. Demikinlah betapa Rosululloh sangat mementingkan pendidikan bagi umatnya.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya. Khalifah Umar bin khattab secara khusus mengirimkan petugas ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi guru bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut, mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat melalui halaqah-halaqah khusus untuk mempelajari agama dan terbuka untuk umum. Masa inilah yang menjadi cikal bakal pendidikan islam.

Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama tetapi terjadi pengembangan materi, dan terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana 'pendidikan', yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam.

Al-Ma'mun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah di Bagdad pada tahun 815 M. Pada Bait al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang 'cukup sempurna', karena sistem pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat 'kurikulum pendidikan' yang diberlakukan di dalamnya.

Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan 'modern' baru muncul pada akhir abad X M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jendral Jauhar as-Sigli-seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah-pada tahun 972 M (Mahmud Yunus, 1990). Pada al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan sebuah 'kurikulum pengajaran'.

Institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk-perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah-pada tahun 1066/1067 M di Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk. Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, test kenaikan tingkat dan juga ujian akhir kelulusan. Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana, memiliki kelengkapan fasilitas pendidikan-dengan perpustakaan yang berisi lebih dari 6000 judul buku yang telah diatur secara katalog dan juga laboratorium, memiliki sistem perekrutan tenaga pengajar yang ketat dan pemberian bea siswa untuk yang berprestasi.

Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian 'serius' dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan pribadi dan istana pun terbuka untuk umum.

Namun demikian, seiring dengan kemunduran Islam, terutama setelah runtuhnya Bagdad tahun 1258 M, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran. Paradigma pendidikan Islam mengalami distorsi besar-besaran, dari sebuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada. Sehingga, pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah 'sarana pendewasaan' umat, pendidikan menjadi tidak lebih dari hanya sekedar sarana untuk mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai 'lama' (tradisional) dari ancaman 'serangan' gagasan Barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi Islam, terutama 'standar' moralitas Islam. Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang merekonstruksi paradigma (pola pikir) peserta didik melalui interpretasi secara kontinue dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan zaman.

Akibatnya, pendidikan Islam melakukan proses 'isolasi' diri sehingga pendidikan Islam akhirnya termarginalisasi dan 'gagap' terhadap perkembangan pengetahuan maupun teknologi. Melihat fenomena di atas, adanya upaya untuk menemukan kembali semangat (ghirah) pendidikan Islam tampaknya diperlukan, Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali dunia kependidikan Islam sehingga kembali mampu eksis di tengah masyarakat.

Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif, yakni :

Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama Islam, di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridlo Allah.

Kedua, adanya keseimbangan antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan Islam adalah kecenderungan untuk lebih menitik beratkan pada kajian agama dan memberikan porsi yang berimbang pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non-agama dalam dunia pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali eksis di tengah masyarakat.

Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal.. Karena, selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan atau minimal membuka kembali sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang tentunya akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.

Keempat, mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu, materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi yang applicable dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu menghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan jaman dan peka terhadap lingkungan.

Di samping itu, ada satu faktor lain yang akan sangat membantu yaitu adanya perhatian dan dukungan pemerintah atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan. Adanya perhatian dan dukungan pemerintah akan mampu mempercepat penemuan kembali paradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat. Terlebih di tengah era modernisasi dan globalisasi ini, ditengah tantangan dan hambatan yang semakin besar dari berbagai sektor, pengaruh televisi, arus budaya jelek barat yang semakin menyebar ke seluruh pelosok negeri.

Umat islam harus mampu menciptakan generasi umat yang memiliki SDM yang bermutu tinggi, berkualitas dalam ilmu pengetahuan umum, maupun ilmu agama, memiliki akhlak mulia dan memiliki kapabilitas untuk bersaing dengan produk pendidikan barat dalam berbagai bidang dalam rangka membangkitkan kembali kejayaan peradaban islam. Ingatlah peringatan Alloh SWT dalam Al-quran: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS. An-Nisa: 9)

Tentunya berbagai upaya harus terus dilakukan mulai dari pembenahan pendidikan sejak dalam lingkungan keluarga, upaya untuk mengajarkan islam sejak dini secara komprehensif dan menyeluruh, sampai kepada upaya perbaikan paradigma pendidikan islam, serta perbaikan sistem pendidikan nasional melalui perbaikan mutu peraturan perundang-undangan dan perbaikan kinerja pemerintah serta para pelaku pendidikan. Mari kita jadikan semangat hari pendidikan nasional sebagai momentum perbaikan kualitas pendidikan pribadi, keluarga serta umat. Islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa terus belajar (tarbiyah) hingga batas usia menutup kisah kita di dunia. (Ridwan)

Diolah dari berbagai sumber.

PAHLAWAN TANPA TANDA JASA



Pahlawan tanpa tanda jasa, itulah sebutan yang melekat selama ini untuk guru. Sebuah gelar yang menggambarkan mengenai betapa mulianya profesi seorang guru, sehingga layak untuk disebut sebagai pahlawan. Sosok yang sangat berjasa dalam membangun peradaban bangsa dan negara. Dalam istilah Jawa, guru merupakan singkatan dari “digugu dan ditiru”, artinya seorang guru merupakan sosok panutan yang sudah selayaknya menjadi sumber referensi untuk dipercaya dan ditiru oleh murid-muridnya. Guru tidak banyak menuntut, selalu sabar dan tekun dalam mengajar, mendidik dan membimbing murid-muridnya untuk dapat mengerti tentang ilmu, sehingga diharapkan dapat hidup layak di masa yang akan datang. Dari gurulah lahir sosok pemimpin-pemimpin bangsa yang nantinya diharapkan dapat membawa bangsa ini menuju bangsa yang sejahtera, bermartabat dan maju. Sebuah kebanggaan luar biasa bagi seorang guru, ketika melihat anak muridnya berhasil dan mereka tidak mengharapkan imbalan dan mengungkit-ungkit jasa mereka yang telah mengantarkan murid-muridnya sehingga berhasil dalam hidupnya. Inilah mengapa, guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Setiap tanggal 25 November, sebagai bentuk penghargaan terhadap pengabdian para guru, maka diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Bukan untuk menjadikan hari ini spesial daripada hari yang lain, karena tiap-tiap hari yang ditetapkan Allah swt. adalah baik, tetapi marilah kita ambil hikmahnya untuk sejenak berfikir akan jasa-jasa guru kita. Sadar atau tidak, sosok pahlawan tanpa tanda jasa ini paling sering dilupakan oleh mereka yang pernah dibekali ilmu. Kita lebih ingat memberikan hadiah kepada atasan atau rekanan yang terkadang hanya karena tuntutan jabatan dan pekerjaan. Sudah saatnya kita merenung untuk memikirkan nasib para guru. Mereka telah memberikan bekal tidak ternilai manfaatnya, tetapi penghargaan terhadap mereka sangatlah sedikit. Dalam sejarah kehidupan kita, setidaknya ada torehan tinta yang telah dituliskan oleh para guru kita. Tulisan ilmu yang sangat bermakna dan bermanfaat, sebagai bekal hidup. Saatnya kita tergerak untuk membantu para guru mencerdaskan kehidupan bangsa ini agar menjadi bangsa yang hebat.

Tugas Guru
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.

Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.

Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.

Peran Seorang Guru
Sepanjang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, penegakan nilai-nilai etika kehidupan, dan pembentukan perilaku anak manusia, guru senantiasa menjadi pengawal paling depan. Apapun varian profesi guru, mereka adalah figur sentral dalam kehidupan kita yang kontribusinya tak dapat diganti oleh kecanggihan teknologi.

Kehidupan manusia yang semakin kompleks menjadi tantangan masa depan bangsa yang tidak mudah dipecahkan. Namun melalui pendidikan dan peran guru, beberapa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan, walaupun terkadang dunia pendidikan masih menghadapi sejumlah persoalan. Ini artinya dunia pendidikan sangat potensial untuk menjadi zona pemecahan masalah dalam beragam isu yang melingkupi masa depan bangsa kita.

Sulit dibayangkan apa jadinya jika bangsa ini tidak mengalami proses pembelajaran di dunia persekolahan. Walaupun setiap manusia dilahirkan dengan berbekal potensi intelek dan kesadaran rohaniah, semua itu tidak dapat berkembang optimal apabila tidak dibimbing guru melalui situasi pembelajaran di lingkungan pendidikan. Peran guru dari beberapa sudut pandang antara lain:

Dalam Proses Belajar Mengajar
Peran seorang guru sangat signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi:
Demonstrator
Manajer/ pengelola kelas
Mediator/ fasilitator
Evaluator

Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan pendidikan
Wakil masyarakat
Ahli dalam bidang mata pelajaran
Penegak disiplin
Pelaksana administrasi pendidikan

Sebagai Pribadi
Sebagai dirinya sendiri guru harus berperan sebagai:
Petugas sosial
Pelajar dan ilmuwan
Orang tua
Teladan
Pengaman
Secara Psikologis

Peran guru secara psikologis adalah:
Ahli psikologi pendidikan
Relationship
Catalytic/ pembaharu
Ahli psikologi perkembangan

Sementara itu, peran guru dalam konteks pendidikan Islam sebagai satu kesatuan dari dua peran yang berbeda, yaitu penyampai ilmu dan pemelihara fitrah. Islam memang menghargai peran guru sebagai profesi sangat mulia. Bahkan posisi guru seringkali diibaratkan seperti posisi peran para nabi yang mengajarkan ilmu kepada pengikutnya. Karenanya, guru dalam pandangan Islam berperan sebagai penyampai ilmu yang benar (mu’allim), pengembang proses pendidikan (murabbi), penitip pelajaran dan kemahiran (mudarris), pengajar budi pekerti (mu’adib), dan pembentuk jiwa kepemimpinan (mursyid).

Peranan tersebut membuat eksistensi guru selalu relevan dengan perkembangan zaman. Namun peran guru yang demikian strategis terkadang tak setara dengan penghargaan yang diperoleh. Meski telah berkorban menyelamatkan masa depan bangsa, mereka kerap hidup termarginalisasi dari keputusan politik dan persepsi masyarakat yang kurang berpihak pada nasib guru. Seharusnya negara dan pemerintah memperhatikan tingkat kesejahteraan guru agar lebih baik lagi dengan cara meningkatkan taraf penghasilan dan memposisikan guru pada tempatnya agar berdampak multi-ganda, yakni banyak orang tertarik menjadi guru karena memang masih banyak dibutuhkan beribu guru yang kompeten untuk mendidik sebuah bangsa dan terciptanya mutu pendidikan yang berkualitas menuju peradaban bangsa yang maju dan sejahtera.

Krisis Motivasi Guru
Penurunan gairah dan kemauan guru mengajar akan berdampak terhadap hasil pendidikan, hal ini akibat dari dampak krisis ekonomi, krisis politik, krisis kepercayaan yang melanda bangsa kita sejak 1997 lalu, yang hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda pulih. Reformasi juga telah menggeliatkan guru melalui demonstrasi besar-besaran menuntut pemerintah agar memperbaiki nasib dan kesejahteraan guru, namun pemerintah lebih banyak diam ketimbang memperhatikan aspirasi guru. Sikap kurang tanggapnya pihak-pihak terkait terhadap nasib guru tentu akan mendorong timbulnya krisis motivasi guru dalam mengajar. Selain itu ada beberapa faktor lagi yang di duga menjadi penyebab: (1) Gaji guru yang rata-rata rendah dan belum memadai, akibatnya guru mencari alternatif sumber penghasilan lain, (2) Kejenuhan birokrasi mengurus pindah tugas (3) Peluang kecil bagi peningkatan karir (4) Kecendrungan mengambil kredit cicilan uang di bank sehingga gaji yang diterima tiap bulannya relatif kecil (5) Kekurangan kepala sekolah untuk menjadi teladan/panutan.

Krisis motivasi guru dalam mengajar tidak merefleksikan kepesimisan dan kurangnya kredibilitas (kepercayaan) kepada guru. Kondisi itu harus kita rubah jika kita ingin mewujudkan kualitas pendidikan yang baik dan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan daya saing tinggi di era globalisasi. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan ke depan diharapakan lebih respontif terhadap aspirasi dan nasib guru dengan meningkatkan kesejahteraannya, peningkatan profesionalisme dan kompetensi (kewenangan) guru, penyegaran tempat tugas mengajar bagi guru yang sudah lebih 10 tahun di tempat tertentu perlu dikaji ulang, dan kepala sekolah sebagai penanggung jawab utama penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya dapat meningkatkan kinerjanya, serta tauladan bagi guru, dan guru pun menjadi anutan siswa dan juga masyarakat lingkungannya. sehingga kekhawatiran kita terhadap krisis motivasi guru dalam proses belajar mengajar dapat dihindari sedini mungkin.

Terima kasih guru, jasamu tiada tara, tak terlukiskan oleh indahnya kata, tak tergantikan nilainya oleh banyaknya harta, kami bangga mendapatkan bekal ilmu darimu. Berjuanglah selalu, sekuat tenaga di sepanjang hidupmu dalam mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas, yang dapat membawa bangsa dan negara Indonesia menjadi sejahtera dan mulia, baik di mata Allah swt. maupun dihadapan negara-negara di dunia.
Wallahu a’lam bishshawab. [UM]

Maraji’:
Amos Musadi SPd, Perhatian Dunia pada Peran Guru
Dr. ROHMAT MULYANA, Peran dan Jasa Guru
H. Emil Rosmali, SE, Tugas dan Peran Guru
POT, Persoalan Guru di Pertengahan Masyarakat

Ideologi Islam Menghadapi Tantangan Zaman


Disadari atau tidak, pengertian “agama” yang dipahami masyarakat luas saat ini adalah “agama” dalam pengertian Barat yang sekularistik. Menurut mereka, agama hanya mengatur hubungan pribadi antara seseorang dengan Tuhan. Kalaupun mengatur hubungan antar manusia, agama hanya mengatur pada aspek yang terbatas, tidak mengatur seluruh aspek kehidupan secara total dan menyeluruh.

Ketika pemahaman sekularistik ini diterapkan pada Islam, yang terjadi adalah reduksi dan distorsi yang luar biasa menyimpang dari Islam. Akhirnya Islam dipahami seperti agama-agama lainnya yang a-politis dan impoten dalam mengatur kehidupan manusia. Padahal, sebagai agama sempurna, sesungguhnya Islam telah mengatur seluruh perikehidupan manusia tanpa kecuali. Tak ada satupun persoalan hidup yang terjadi pada manusia, kecuali Islam telah menjelaskan tata aturannya. Allah SWT berfirman :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian…” (QS Al; Maa`idah : 3)
“Dan telah Kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al Kitab (Al Qur`an) menjelaskan segala sesuatu.” (QS An Nahl : 89)

Berdasarkan kenyataan adanya reduksi Islam itu, diperlukanlah upaya untuk mengembalikan Islam pada posisinya yang sebenarnya sebagai pengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Digunakanlah kemudian istilah “ideologi” yang memiliki makna yang lebih luas daripada istilah “agama” menurut versi kaum sekuler yang kafir.

Siapa pun orangnya, pasti mempunyai kesan dan persepsi bahwa “ideologi” mestilah bersifat holistic-ketuhanan- dan total dalam mengatur kehidupan manusia. Janggal sekali tepatnya, bodoh sekali kiranya kalau ada orang yang berpendapat bahwa “ideologi” tidak mengatur segala aspek kehidupan atau hanya mengatur secuil aspek kehidupan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) saja, mengartikan ideologi sebagai “kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup.” (hal. 319)

Oleh sebab itu, kata “ideologi” yang dirangkaikan dengan “Islam” sehingga menjadi istilah “ideologi Islam” sungguh bukanlah sekedar menarik secara leksikal dan gramatikal, namun memiliki substansi makna yang dalam dan fundamental. Dengan kata “ideologi Islam”, sebenarnya telah terjadi proses penghancuran (dekonstruksi) terhadap paham sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang telah membelenggu otak umat sekaligus proses purifikasi dan revitalisasi terhadap Islam, yang dimaksudkan agar Islam kembali menempati posisinya yang layak yang telah ditetapkan Allah baginya. Yaitu sebagai penuntun dan pengatur segala urusan hidup manusia secara utuh dan menyeluruh (kaaffah). Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh.” (QS Al Baqarah : 208)
“Apakah kalian akan beriman dengan sebagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebagian (yang lainnya). Maka tidaklah balasan bagi orang yang mengerjakan yang demikian itu dari kalian, kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia. Dan pada Hari Kiamat nanti mereka akan dikembalikan kepada azab yang sangat berat.” (QS Al Baqarah : 85)

Islam Sebagai Ideologi
Secara umum, ideologi (Arab : mabda`) menurut M.M. Ismail dalam Al Fikru Al Islami, adalah “al fikru al asasi yubna alaihi afkaar”, yakni pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran mendasar ini disebut juga aqidah, yang merupakan pemikiran menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan. Sedang pemikiran-pemikiran cabang yang dibangun atas dasar aqidah tadi, merupakan peraturan hidup manusia (nizham) dalam segala aspeknya : politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan sebagainya. Agar aqidah tersebut dapat melahirkan aneka peraturan hidup, ia haruslah bersifat akliah, atau dapat dikaji dan diperoleh berdasarkan suatu proses berpikir, bukan diperoleh melalui jalan taklid tanpa melibatkan proses berpikir. Aqidah yang semacam ini, disebut aqidah akliah, yang darinya dapat dibangun pemikiran cabang tentang kehidupan. Karena itu, dengan ungkapan yang lebih spesifik, ideologi dapat didefinisikan sebagai “aqidah aqliyah yanbatsiqu ‘anha nizham”, atau aqidah akliyah yang melahirkan nizham (peraturan hidup) bagi manusia.

Definisi ideologi ini bersifat umum, dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia seperti Kapitalisme dan Sosialisme. Dan tentu, dapat berlaku juga untuk Islam. Sebab Islam memang mempunyai sebuah aqidah akliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai peraturan hidup (nizham) yang sempurna, yaitu Syariat Islam.

Dengan demikian, tatkala kita menyebutkan istilah “ideologi Islam” sesungguhnya kita telah memelihara substansi Islam itu sendiri yaitu Aqidah dan Syariah tanpa mengurangi atau menambahinya sedikitpun. Aqidah dan Syariah-nya tetap itu-itu juga. Hanya saja, kita meletakkan keduanya dalam kerangka berpikir ideologis, untuk menghadapi situasi kontekstual umat saat ini, yang menganggap Islam sebagai “agama” dalam pengertian Barat yang sekuler.

Menjawab Tantangan Zaman
Tantangan zaman, dapat diartikan munculnya fakta, keadaan, atau problem baru seiring dengan perkembangan waktu. Misalnya, dulu tidak ada kloning, bayi tabung, dan transplantasi, namun kini kemajuan di bidang biologi dan kedokteran itu telah hadir di hadapan kita. Itu tantangan zaman. Dulu tidak terbayang ada sarana komunikasi dan informasi yang canggih seperti internet saat ini. Dengan adanya internet, berarti ada tantangan zaman. Penyakit AIDS, penggunaan narkoba, pergaulan bebas yang liar di kalangan muda-mudi, sekarang makin menggila. Ini adalah tantangan zaman. Sebelumnya tidak ada negara Israel. Namun sekarang Israel bercokol dan mengangkangi bumi Palestina yang suci dan diberkahi. Ini tantangan zaman. Kita umat Islam dulu memiliki sistem Khilafah sebagai institusi yang memungkinkan adanya kehidupan Islam, tetapi pada tahun 1924 Khilafah diluluhlantakkan oleh Mustafa Kamal yang murtad. Tiadanya Khilafah, adalah tantangan zaman. Sekarang penguasa negeri-negeri Islam telah mencampakkan ideologi Islam, menganut dan menerapkan ideologi Kapitalisme, serta menjadi agen-agen yang setia bagi negara-negara penjajah yang kafir. Ini betul-betul tantangan zaman. Demikian seterusnya.

Setiap tantangan, pasti butuh jawaban dan penyelesaian. Dalam hal ini, Islam sebagai ideologi sempurna secara potensial menyediakan jawaban-jawaban bagi segala masalah atau persoalan yang timbul di tengah manusia. Taqiyyuddin An Nabhani dalam Asy Syakshiyah Al Islamiyah (juz I/303) menguraikan secara ringkas metode (thariqah) Islam untuk memecahkan masalah, yaitu memahami fakta persoalan sebagaimana adanya, lalu memberikan solusi padanya. Solusi ini bisa berupa Syari’at Islam bila persoalannya berkaitan dengan hukum-hukum syara’, dan bisa pula berupa cara (uslub) dan sarana (wasilah) tertentu jika persoalan yang dihadapi tidak secara langsung berhubungan dengan hukum syara’, misalnya teknik dalam pertanian, kedokteran, kesehatan, dan sebagainya. Secara lebih khusus, dalam Nizhamul Islam (hal. 69), Taqiyyuddin An Nabhani menjelaskan metode Islam yang harus ditempuh para mujtahidin untuk memecahkan persoalan. Pertama, mempelajari dan memahami problem yang ada (fahmul musykilah). Kedua, mengkaji nash-nash syara’ yang bertalian dengan problem tersebut (dirasatun nushush). Ketiga, mengistinbath hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ untuk menyelesaikan persoalan yang ada (istinbathul hukmi).

Metode itulah yang dapat kita gunakan untuk menjawab setiap tantangan zaman. Secara ringkas, Islam menjawab tantangan zaman dengan cara memberikan pemecahan terhadap problem-problem baru yang muncul. Inilah pengertian yang benar mengenai bagaimana Islam menjawab tantangan zaman yang terjadi.

Dengan demikian, jelas tidak betul pendapat yang mengatakan bahwa dalam menjawab tantangan zaman, Islam menempuhnya dengan cara beradaptasi, menyesuaikan diri, atau mengubah hukum-hukumnya agar selaras dengan tuntutan keadaan. Dalihnya, Islam itu luwes, fleksibel, tidak kaku, tidak ekstrem, tetapi moderat, lunak, dan selalu bersikap kompromistis dengan realitas. Dalih batil itu kadang juga dilengkapi dengan kaidah ushul fiqih yang fatal kekeliruannya : Laa yunkaru taghayyurul ahkam bi taghayyuriz zaman wal makan. (Tidak boleh diingkari, adanya perubahan hukum karena perubahan waktu dan tempat) (Lihat Muhlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, hal. 145).

Berdasarkan argumen-argumen sesat itu akhirnya mereka membuang hukum-hukum Islam yang dianggapnya biadab atau tidak sesuai dengan semangat orang zaman modern saat ini. Hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina, haramnya riba, hukuman mati untuk orang murtad, harus dienyahkan dari muka bumi karena dianggap tidak berperikemanusaan, sudah usang, kuno, dan ketinggalan zaman. Begitu pula kewajiban jihad fi sabilillah dan kewajiban adanya Khilafah Islamiyah harus ditolak mentah-mentah atau diselewengkan dari pengertiannya yang hakiki, karena dianggap sebagai kegiatan kaum ekstremis, fundamentalis, serta tidak cocok dengan selera orang yang telah “maju” pikirannya.

Pendapat seperti ini, serta pola pikir yang melahirkan pendapat ini, sangat bertentangan dengan Islam. Karena pola pikir yang dipakai oleh mereka yang berpendapat seperti itu, adalah pola pikir khas Barat tatkala mereka berbicara tentang persoalan hukum dan kaitannya dengan kenyataan masyarakat yang ada. Hukum, menurut Barat, haruslah lahir dari masyarakat. Hukum adalah anak kandung, dan ibunya adalah masyarakat. Dengan kata lain, yang sumber hukum, adalah keadaan masyarakat itu sendiri. Karenanya, jika keadaan masyarakat berubah, berubah pulalah segala nilai, norma, dan pranata kehidupan.

Pandangan ini adalah pandangan kufur, yang bertentangan dengan Islam. Sebab dalam Islam sumber hukum adalah wahyu semata, bukan yang lain. Bukan kenyataan masyarakat, bukan tuntutan keadaan, bukan semangat kemodernan, bukan pula hal-hal lain yang sebenarnya merupakan alasan-alasan yang terlalu dicari-cari. Jika zina dan riba telah haram menurut wahyu, maka sampai Hari Kiamat tetap haram. Jika hudud wajib dilaksanakan menurut wahyu, maka statusnya tetap wajib sampai Hari Kiamat. Begitu pula jihad dan Khilafah yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya, hukumnya tetap wajib dan tidak boleh dianulir atau dibatalkan oleh siapa pun sampai Hari Kiamat.

Seorang muslim yang meyakini pola pikir itu secara jazim (membenarkannya dengan pasti), sungguh dia telah murtad dan keluar dari agama Islam. Sebab, pandangan tersebut berarti menolak nash-nash yang qath’i tsubut (pasti sumbernya dari Rasulullah) dan qath’i dalalah (pasti pengertiannya) yang mewajibkan kita untuk terikat dengan hukum-hukum syara’ dan menyumberkan hukum-hukum syara’ itu dari al wahyu semata, bukan yang lainnya. Sekali lagi, sumber hukum dalam Islam adalah wahyu, bukan kenyataan masyarakat. Allah SWT berfirman :
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sampai mereka menjadikan dirimu (Muhammad) sebagai hakim (pemutus) terhadap perkara yang mereka perselisihkan…” (QS An Nisaa` : 65)

Saturday, January 19, 2008

KEUTAMAAN SABAR



Di antara salah satu tema dari agama yang sangat urgen untuk dikaji oleh setiap kita adalah kesabaran. Terlebih di saat seperti sekarang ini, dimana pergulatan hidup sehari-hari terasa semakin keras. Hal ini dikarenakan satu sebab utamanya yaitu ideologi materialisme yang secara sadar ataupun tidak, tengah dan telah merasuki cara berfikir kita. Tidak jarang kemudian kita tidak mampu bertahan dalam menghalau segala terjangan godaan materi untuk juga memburunya dengan segala apapun cara.

Menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai seorang muslim untuk memiliki sifat sabar, karena dengan sabar, disamping akan menjadi faktor pengerem kita untuk senantiasa hidup dalam prinsip kejujuran, ia juga akan menjadikan kita orang yang memiliki keutamaan disisi Allah SWT. Berulang-ulang Allah menegaskan ayat dalam Al-Qur’an yang membicarakan kedudukan seorang yang memiliki sifat sabar. Mulai dari kecintaan-Nya pada orang-orang yang sabar; "Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar".(QS. Ali Imran, 3:146).

Kebersamaan Allah pada orang-orang yang sabar; "Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar ". (QS. Al-Baqarah, 2:153).

Hingga pahala Allah yang tanpa batas yang diberikan-Nya kepada orang-orang yang sabar; "Sesungguhnya orang-orang yang sabar itu akan diberi pahala dengan tanpa batas". (QS. Az-Zumar,39:10)

Makna sabar
Sabar memiliki makna teguhnya sesorang di jalan al-haq dengan tiada sedikitpun terpengaruh oleh situasi dan kondisi. Akalnya tidak larut kepada ajakan hawa nafsunya, jiwanya menolak untuk berputus asa, lidahnya tidak pernah mengeluh kecuali hanya kepada Allah, sedang anggota badannya ditahan dari melakukan setiap pekerjaan yang dibenci oleh Allah, serta hatinya tidak gelisah dan selalu tetap dalam keimanan. Lawan dari sabar adalah gelisah, tergesa-gesa, sempit dada, takut, putus asa, lemah dan mudah menyerah.

Sabar adalah suatu kekuatan yang menolong manusia untuk tetap teguh, yang kadarnya tergantung pada faktor keimanan yang dimiliki oleh seseorang. Sejauh mana seseorang memiliki keimanan, sejauh itu pula ia mampu sabar dalam menghadapi derasnya ujian kehidupan. Dan ujian merupakan sesuatu yang inhern dalam hidup. Oleh karena itu hanya orang-orang yang bermodalkan kesabaran sajalah yang dijamin akan kehidupan duniawi dan ukhrowi yang penuh kebahagiaan dan keselamatan.

Jenis-jenis sabar
Menurut salah seorang ulama besar masa lalu Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah, kesabaran terbagai ke dalam tiga bentuk yang kesemuanya wajib dimiliki oleh seorang muslim yang baik, yaitu kesabaran dalam melakukan ketaatan, kesabaran dalam menghadapi kemaksiatan, dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan kesulitan.

Sabar dalam melakukan ketaatan
Kita menjumpai ada orang yang terpengaruh jiwanya oleh nasihat agama, sehingga ia memperlihatkan keinginannya untuk komitmen terhadapnya, tetapi ia tidak memiliki kesabaran untuk itu. Dan seseorang tidak mungkin dapat komitmen terhadap ketaatan kepada Allah selama ia tidak menghiasi diri dengan sifat sabar yang akan menjadi penolongnya. Karena jiwa manusia itu bertabiatkan tidak menyenangi hal-hal yang memberatkan. Dan tanpa kesabaran seseorang tidak akan mampu melakukan apa-apa selain mengikuti hawa nafsunya. Maka setiap muslim harus membiasakan dirinya bersabar. Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, " Barangsiapa yang berusaha sabar, maka Allah akan menjadikannya sabar". (HR. Bukhari)

Agar kita dapat melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan tanpa bermalas-malasan dan ogah-ogahan, dan supaya kita dapat menjalankan ketaatan secara sempurna dan berkesinambungan, maka kita harus memiliki kesabaran dalam merutinkannya. Allah SWT menyebutkan sabar sebelum beramal dalam firman-Nya:
"Kecuali orang yang sabar dalam melakukan amal shalih" .(QS. Hud,11: 11)

Dan kemudian di ayat-Nya yang lain Allah menyebutkan sabar setelah beramal;
"Itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal, (yaitu) yang bersabar dan bertawakal kepada Rabbnya". (QS. Al-Ankabut, 29:58-59)

Sesungguhnya masih banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menyuruh kita untuk bersabar, tetapi sungguh mengherankan, kita masih sering menyaksikan ada muslim yang tidak memiliki kesabaran mengerjakan ketaatan kepada Allah, sementara para pelaku kemaksiatan dan dosa malah memiliki kesabaran yang sempurna dalam menaati ajakan syetan, naudzubillahi min dzalik.

Sabar dalam menghadapi kemaksiatan
Maksiat adalah segala sesuatu perbuatan yang dibenci oleh Allah dan menjauhkan seseorang dari-Nya. Di zaman ini, amat banyak tawaran dan ajakan kemaksiatan yang dipromosikan pula secara besar-besaran. Coba saja kita lihat di jalan-jalan dan tempat tertentu di mana kemaksiatan dijajakan secara bebas dan terbuka. Kita mengenal tempat-tempat seperti diskotik, tempat perjudian, hingga warung remang-remang tempat melakukan kemaksiatan perzinaan. Di samping itu, ada pula bentuk ajakan kemaksiatan lain terutama bagi kita yang mungkin terbiasa hidup di "tempat-tempat basah" pada suatu instansi maupun perusahaan tertentu. Praktik KKN adalah suatu fenomena yang sudah sangat tidak asing lagi kita lihat dan kita dengar, baik dari televisi, radio maupun media cetak. Pun bisa jadi hal itu terjadi di sekitar tempat kita bekerja. Seorang yang mengaku muslim yang baik tentunya menolak praktik-praktik seperti yang disebutkan diatas. Bahkan, kita seharusnya bukan hanya mengingkari praktik KKN, tetapi juga diwajibkan untuk mencegah segala praktik kemaksiatan bermodelkan KKN tersebut. Seperti tertera dalam sebuah hadits tentang kemungkaran yang harus dicegah. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya; Jika tidak mampu, maka dengan lisannya; Dan jika ia masih tidak mampu, maka dengan hatinya dan itu adalah selemah-lemah iman". (HR. Muslim)

Dalam kaitannya dengan kesabaran dalam menghadapi kemaksiatan, ada contoh sempurna yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Yaitu kisah Nabiyullah Yusuf Alaihissalam yang digoda oleh seorang wanita cantik isteri dari majikannya, Al-Aziz. Tetapi Nabi Yusuf Alaihissalam tidak sama sekali bergeming dengan tetap teguh dalam pendiriannya menjaga diri dari segala godaan dari wanita itu. Ia tetap tegar dengan mahkota keimanan dengan ungkapannya yang terkenal dan terrekam dalam Al-Qur’an;
"Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang yang dzalim tidak akan beruntung". (QS. Yusuf, 12: 23)

Salah satu hal yang sangat sulit untuk dihindari oleh kita terlebih di zaman ini adalah melakukan perbuatan maksiat. Karena kemaksiatan sudah bukan lagi sesuatu yang memerlukan upaya keras dalam melakukannya. Coba saja kita melihat tayangan-tayangan yang ada di televisi, maka kita akan melakukan kemaksiatan berupa melihat aurat wanita yang tidak menutup tubuhnya secara sempurna, kemudian kita juga melakukan kemaksiatan dengan mendengar berita-berita gosip yang pada hakikatnya adalah perbuatan ghibah yang haram dalam agama. Sungguh tepat kiranya salah satu ormas terbesar di Indonesia yang mengeluarkan fatwa keharaman tayangan infotainment yang menghiasi hampir seluruh stasiun televisi yang ada di Indonesia.

Sabar dalam menghadapi cobaan dan rintangan
Beberapa tahun belakangan negara kita tengah dirudung musibah yang datang bertubi-tubi tanpa kenal henti. Banyak pihak yang kemudian putus asa dalam mensikapi silih bergantinya musibah yang datang menerpa negeri ini. Seharusnya tidak demikian, karena dalam Islam musibah pada hakikatnya adalah batu ujian kesabaran dan sebagai momentum untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi lagi yaitu berupa balasan ridho dan pahala dari Allah SWT. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an;
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan jiwa serta buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan "Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun"(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya jualah kami akan kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. Al-Baqarah, 2: 155-157)

Musibah yang menimpa secara sosial mungkin dapat kita hadapi dan sikapi dengan kesabaran. Namun ada cobaan yang terasa lebih berat manakala kita mengalaminya, yaitu cobaan yang sifatnya individual menimpa diri atau keluarga kita saja. Kasus PHK misalnya, betapa berat memang beban yang harus dipikul oleh seorang kepala keluarga yang baru saja di PHK. Namun bukan berarti oleh sebab di PHK dunia seakan kiamat hingga merasa stress dan melakukan upaya bunuh diri. Jika kita memiliki kejelian dalam melihat peluang, sebetulnya masih banyak sumber-sumber rizki yang pintunya terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin memasukinya. Banyak kisah yang menceritakan tentang orang-orang yang mengalami nasib di PHK ketika krisis ekonomi menerpa di pertengahan tahun 1997 lalu, tapi ia mampu bangkit dengan membuka usaha sendiri. Kuncinya adalah kebesaran hati, kedalaman iman dan kejelian menangkap peluang, agar kita mampu untuk melewati ujian yang bersifat individual seperti contoh ini. Toh hewan seperti cicak di dinding tidak pernah ada yang melakukan upaya bunuh diri oleh karena mangsanya yaitu nyamuk diberi kemampuan untuk terbang. Padahal cicak sendiri tidak dibekali Allah akal agar dapat berfikir mengenai diri dan kehidupannya. Tapi mengapa mereka dapat hidup? Itu karena mereka memiliki usaha untuk tetap hidup dengan menggunakan strategi dalam mencaplok mangsanya. Sungguh manusia adalah makhluk-Nya yang jauh dan sangat jauh lebih tinggi derajat dan kemampuannya dari hanya seekor cicak di dinding. Maka yang penting adalah usaha, usaha, dan usaha, tetapi tetap dalam prinsip menjaga kehalalannya.

Memiliki sifat sabar dalam kehidupan merupakan keniscayaan untuk meraih ketenangan dan keselamatan, baik ketika kita hidup di dunia, juga saat nanti kita hidup di akhirat sana. Maka pengupayaan untuk menjadi seorang yang penyabar adalah suatu usaha yang dilakukan tanpa henti. Mencoba untuk selalu mengilmui, dan dilanjutkan dengan usaha untuk senantiasa mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukan suatu hal yang sulit bila kita betul-betul meniatkannya dalam hati. Maka, maukah kita memulainya sejak saat ini? Semoga dapat kita jawab dengan kata; "Pasti!!!". Wallahu A’lam Bish Showwab.[]AF

KEUTAMAAN PUASA RAMADHAN



Diantara kewajiban yang terdapat dalam ajaran Islam adalah perintah untuk berpuasa di bulan ramadhan. Banyak nash (dalil) yang menjelaskan kepada kita tentang kewajiban puasa di bulan ramadhan, baik itu yang berasal dari Al-qur’an maupun sunnah nabi-Nya. Sebuah ayat familiar yang menunjukkan wajibnya puasa ramadhan adalah yang terdapat dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.(QS. Al-Baqarah:183)

Begitupun dalam ayat yang lain Allah berfirman:
“Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, kaum pria yang patuh dan kaum wanita yang patuh, kaum pria serta wanita yang benar (imannya) dan kaum pria serta kaum wanita yang sabar (ketaatannya), dan kaum pria serta wanita yang khusyu', dan kaum pria serta wanita yang bersedekah, dan kaum pria serta wanita yan berpuasa, dan kaum pria dan wanita yang menjaga kehormatannya, dan kaum pria serta wanita yang banyak mengingat Allah, Allah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar"(QS. Al-Ahzab : 35)

Sementara salah satu hadits yang juga menerangkan tentang kewajiban puasa di bulan ramadhan adalah sebuah hadits yang juga menjadi dalil dari rukun Islam. Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab ra berkata; Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Islam dibangun diatas lima perkara; Bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa nabi Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan puasa ramadhan”.(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalil yang semakna dengan yang sudah dipaparkan di atas adalah sebuah hadits panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang hadits ini sering juga disebut hadits Jibril dan tercantum dalam kitab Arba’in An-Nawawi. Disebut dengan hadits Jibril karena dalam hadits tersebut diceritakan malaikat Jibril datang kepada nabi dan para sahabat dengan menyerupai seorang laki-laki asing dan mengajarkan kepada mereka agama Islam yang mulia.

Keutamaan Puasa Ramadhan
Puasa bukan semata-mata sebuah ibadah yang bernilai wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim, tetapi puasa juga menyimpan banyak keutamaan dari Allah kepada hamba-Nya dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana menuju kampung akhirat yang kekal. Berikut akan sedikit dipaparkan beberapa keutamaan puasa ramadhan agar menjadi motivasi untuk kita supaya lebih giat dan bersemangat meraih bermacam keutamaan yang terkandung dalam bulan ramadhan.

1.Puasa adalah perisai (pelindung)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh orang yang sudah kuat syahwatnya dan belum mampu untuk menikah agar berpuasa, dan menjadikannya sebagai wijaa' (pemutus atau penangkal) bagi syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga bisa terkontrol, menenangkan seluruh anggota badan, serta seluruh kekuatan (yang jelek) ditahan hingga bisa taat dan dibelenggu dengan belenggu puasa. Telah jelas bahwa puasa memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam menjaga anggota badan yang dzahir dan kekuatan bathin. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba'ah (mampu menikah) hendaklah menikah, karena menikah lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barangsiapa yang belum mampu menikah, hendaklah puasa karena puasa merupakan wijaa' (pemutus syahwat) baginya" (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari IbnuMas'ud)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa surga diliputi dengan perkara-perkara yang tidak disenangi, dan neraka diliputi dengan syahwat. Jika telah jelas demikian, sesungguhnya puasa itu menghancurkan syahwat, mematahkan tajamnya syahwat yang bisa mendekatkan seorang hamba ke neraka, puasa menghalangi orang yang puasa dari neraka. Oleh karena itu banyak hadits yang menegaskan bahwa puasa adalah benteng dari neraka, dan perisai yang menghalangi seseorang dari neraka.
Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam:
" Tidaklah seorang hamba yang puasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim" (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudry. Sabda Rasulullah : "70 musim" yakni : perjalanan 70 tahun, demikian dikatakan dalam kitab Fathul Bari). Kemudian RasulullahSAW bersabda:
"Artinya : Puasa adalah perisai, seorang hamba berperisai dengannya dari api neraka" (Hadits Riwayat Ahmad, sanadnya shahih)

2.Puasa merupakan sebuah amalan yang dapat memasukkan seorang hamba ke syurga
Dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu katanya, "Aku berkata (kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) :
"Wahai Rasulullah, tunjukkan padaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke surga.? ; beliau menjawab : "Atasmu puasa, tidak ada (amalan) yang semisal dengan itu"
(Hadits Riwayat Nasa'i, Ibnu Hibban, Al-Hakim, sanadnya Shahih]

3. Bau mulut orang yang puasa lebih wangi dari baunya misk
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Semua amalan bani Adam untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya, puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah : 'Aku sedang berpuasa’. Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesunguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau misk. Orang yang puasa mempunyai dua kegembiraan, jika berbuka mereka gembira, jika bertemu Rabbnya mereka gembira karena puasa yang dilakukannya" (Bukhari dan Muslim)

Di dalam riwayat Muslim disebutkan.
"Semua amalan bani Adam akan dilipatgandakan, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang semisal dengannya, sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman : "Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, dia (bani Adam) meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku" Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan ; gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang puasa di sisi Allah adalah lebih wangi daripada bau Misk"

4. Rayyan bagi orang yang puasa
Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (bahwa beliau) bersabda:
"Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Rayyan, orang-orang yang puasa akan masuk di hari kiamat nanti dari pintu tersebut, tidak ada orang selain mereka yang memasukinya. Jika telah masuk orang terkahir yang puasa ditutuplah pintu tersebut. Barangsiapa yang masuk akan minum, dan barangsiapa yang minum tidak akan merasa haus untuk selamanya" (HR. Bukhari, Muslim, dan tambahan lafadz yang akhir ada pada riwayat Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya)

5. Doa orang yang berpuasa akan dikabulkan oleh Allah SWT
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Tiga do'a yang dikabulkan : do'anya orang yang berpuasa, do'anya orang yang terdhalimi dan do'anya musafir". (HR. Hadits Riwayat Uqaili dalam Ad-Dhu'afa' (1/72), Abu Muslim Al-Kajji dalam Juz-nya, dan dari jalan Ibnu Masi dalam Juzul Anshari, sanadnya hasan kalau tidak ada 'an-'annah Yahya bin Abi Katsir, hadits ini punya syahid yaitu hadits selanjutnya)

Do'a yang tidak tertolak ini adalah ketika waktu kita berbuka berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Tiga orang yang tidak akan ditolak do'anya : orang yang puasa ketika berbuka, Imam yang adil dan do'anya orang yang didhalimi"(Hadits Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)

Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Sesungguhnya orang yang puasa ketika berbuka memiliki doa yang tidak akan ditolak". (HR. Ibnu Majah, Hakim, Ibnu Sunni, Thayalisi dari dua jalan. Al-Bushiri berkata : ini sanad yang shahih, perawi-perawinya terpercaya)

Do'a yang paling afdhal adalah do'a ma'tsur dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau jika berbuka mengucapkan.
Dzahabadh-dhoma'u wabtalil-'uruuqu, watsabbati al-ajru insyaAllah
Artinya: "Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahala Insya Allah" (HR. Abu Dawud, Baihaqi, Al-Hakim, Ibnu Sunni, Nasa’i, Daruquthni)

Selain dari apa yang telah disebutkan di atas, sesungguhnya masih ada keterangan-keterangan lain yang menjelaskan akan keutamaan puasa ramadhan. Oleh karena itu, hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah puasa ramadhan kita. Jangan hanya melaksanakan puasa secara dzahir saja, tetapi tidak memperhatikan perintah lain yang menyangkut puasanya anggota badan kita seperti menjaga pandangan, juga telinga dan lisan. Karena Rasulullah SAW bersabda; “Berapa banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dari puasanya". (HR. Ibnu Majah, Darimi, Ahmad, Baihaqi dari jalan Said Al-Maqbari dari Abu Hurairah. Sanadnya shahih). Wallahu a’lam bish showwab. [AF]

Maraji’: Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly dan Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, pustaka Al-Haura

MERENGKUH KEMBALI PERADABAN


"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. "
(Q.S. An-Nisaa’:9)

Saat sang zaman mulai berubah, derap langkah kehidupan berpacu dengan kencang. Saat ilmu pengetahuan dan teknologi begitu merajai. Di saat itu persaingan hidup semakin ketat. Kesejahteraan seseorang diukur dari sejauhmana ia mampu mengoptimalkan kemampuan usahanya melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya. Demikianlah Jepang, yang mampu bangkit dari keterpurukan akibat perang dunia kedua hingga sekarang menjadi bangsa yang besar, bangsa yang tingkat kesejahteraan masyarakatnya tinggi adalah disebabkan karena mereka mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga menjadi salah satu negara besar di asia. Demikian pula negara-negara besar di Eropa: Inggris, Jerman, Italia, Perancis adalah negara-negara yang banyak dijadikan sebagai pusat studi berbagai ilmu pengetahuan dewasa ini.

Secara umum Eropa menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ini. Namun, apabila kita melihat sejarah Islam pada masa lalu, kita akan mengetahui bahwasanya Islam merupakan agama yang sangat hebat. Islam mampu memimpin peradaban dunia selama 14 abad tanpa henti, sejak Rasulullah SAW. membawa risalah Islam ini hingga runtuhnya kerajaan-kerajaan Islam pada awal abad 20. Islam jauh lebih hebat jika dibandingkan dengan peradaban lainnya, dengan segala bentuk perubahan wajah dunia yang dihasilkannya. Islam mampu mengubah bangsa arab yang jahiliyah menjadi suatu bangsa yang mulia, mampu merubah tatanan sosial yang menonjolkan adanya bentuk diskriminasi dalam strata sosial menjadi suatu tatanan kehidupan sosial yang didasari rasa persaudaraan dan kasih sayang, mampu mengembangkan berbagai studi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dibangunnya perpustakaan-perpustakaan dan pusat-pusat studi pada masa kedaulatan Bani Abbasiyah di Baghdad dan Bani Umayah II di Andalusia.

Islam mampu menyebarkan ajarannya hingga ke seluruh pelosok dunia, dari awalnya di daerah kota mekkah Saudi Arabia hingga mampu menembus dataran Eropa dan asia pada massa kejayaannya, mampu menghancurkan kekuasaan bangsa romawi yang saat itu tengah menguasai daratan Eropa. Inilah hasil kerja keras kaum Muslimin dalam menyebarkan dakwah. Rasulullah SAW. bersabda: "Islam pasti akan mencapai wilayah yang diliputi siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan rumah yang megah maupun yang sederhana, kecuali akan memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan memuliakan orang yang mulia dan dengan menghinakan orang yang hina. Mulia karena Allah akan memuliakannya dengan Islam; hina karena Allah akan menghinakannya akibat kekafirannya." (HR. Ahmad).

Selama penyebarannya hingga ke daratan Eropa Islam mampu membangun suatu peradaban yang luar biasa. Hal ini terlihat dari kondisi awal Eropa sebelum mengenal peradaban Islam. Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambon dijelaskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesudah abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh, dan liar. Tempat kediaman dan keamanan manusia tidak lebih baik daripada hewan. Eropa masih penuh dengan hutan-hutan belantara. Mereka tidak mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan sampah dapur dibuang di depan rumah sehingga menyebarkan bau-bau busuk, dan kota terbesar di Eropa penduduknya tidak lebih dari 25.000 orang. Namun setelah Islam datang dan membangun peradabannya, kota Cordova yang merupakan pusat pemerintahan Islam di Andalusia menjelma menjadi sebuah kota yang sangat indah. Cordoba dikelilingi taman-taman hijau. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa. Terdapat 900 tempat pemandian, 283.000 rumah penduduk, 80.000 gedung-gedung, 600 masjid, 50 rumah sakit, dan 80 sekolah. Semua penduduknya terpelajar. Karena orang-orang miskin pun menuntut ilmu secara cuma-cuma.

Islam tidak mengenal pemisahan yang kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah. Oleh karena itulah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pun mendapat perhatian yang sangat besar dari para kholifah yang berkuasa, hingga dapat berkembang dengan pesat. Beberapa tokoh ulama yang sekaligus ilmuwan banyak bermunculan. Ibnu Rusyd (1126-1198) misalnya, yang terkenal di Barat dengan nama Averous, diakui pula sebagai ilmuwan yang handal di bidangnya. Ibnu Rusyd adalah filosof, dokter, dan ahli fikih Andalusia. Bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran ialah al-Kulliyat yang berisi kajian ilmiah pertama kali mengenai tugas jaringan-jaringan dalam kelopak mata. Bukunya dalam bidang fikih adalah Bidayatul Mujtahid. Spanyol juga punya Az-Zahrawi yang dikenal sebagai orang pertama yang memperkenalkan teknik pembedahan manusia. Az-Zahrawi yang lahir dekat Cordova pada tahun 936 Masehi, dikenal pula sebagai penyusun ensiklopedi pembedahan yang karya ilmiahnya dijadikan referensi dasar bedah kedokteran selama ratusan tahun. Sejumlah universitas, termasuk di Barat, menjadikannya acuan. Dalam bidang kedokteran ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai dokter Muslim terbesar, pakar kedokteran Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]). Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M disebut-sebut sebagai Bapak Kimia. Algoritma yang kita kenal dalam pelajaran matematik itu berasal dari nama seorang ahli matematik Muslim bernama Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M).

Berbagai hasil penemuan para ilmuwan Islam telah banyak dipergunakan, berbagai kajian ilmu dan hasil penelitian dibukukan dan bahkan telah dapat diterjemahkan dalam berbagai bahasa, tidak hanya dalam bahasa arab. Orang-orang Eropa disekitar Andalusia turut serta belajar di sekolah-sekolah yang didirikan oleh umat Islam. Demikianlah awal mulanya Eropa mengalami masa renaesance (masa pencerahan) akibat masuknya Islam ke Eropa.

Sayangnya, masa pencerahan bagi seluruh dunia ini kemudian dikotori oleh para pemimpin Eropa yang bersepakat meninggalkan agama dalam segala aspek kehidupan dan mengembangkan dengan apa yang kemudian dikenal sebagai sekularisme. Akibatnya, keagungan peradaban Islam yang dibangun di Spanyol, berakhir saat penguasa kafir Eropa menghancurkan semua karya pemikiran para ilmuwan muslim. Tidak hanya karya-karyanya yang dimusnahkan, para ilmuwannya pun disingkirkan. Perpustakaan-perpustakaan dibumihanguskan, buku-bukunya banyak yang dihanyutkan ke sungai. Bahkan banyak hasil penemuan tokoh ilmuwan Islam yang kemudian diakui oleh mereka, seolah-olah itu adalah hasil pemikiran meraka. Padahal penemu sebenarnya adalah para tokoh ilmuwan Islam.

Demikianlah fenomena yang terjadi saat ini, kita banyak mengenal para penemu berbagai alat dan konsep-konsep ilmiah dasar ditemukan oleh para ilmuwan barat, padahal sebenarnya ilmuwan Islamlah yang pertama kali menemukan konsep-konsep tersebut dan mengembangkannya.

Setelah kita mengetahui dan menyadari akan kejayaan Islam tempo dulu dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, kita harus berupaya untuk mengembalikan kejayaan tersebut. Para pemuda yang masih memiliki semangat dan tenaga yang besar harus terus berupaya tidak hanya mempelajari ilmu agama saja, tetapi juga harus mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi. Setiap keluarga harus bisa membentuk kader-kader penerus yang memiliki ilmu agama dan iptek yang hebat, hingga dapat meninggikan izzah Islam. Alloh SWT berfirman dalam Al-Quran : "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (Q.S. An-Nisaa’ : 9)

Setiap muslim harus berusaha mampu menjadikan dirinya dan generasi sesudahnya menjadi muslim yang tidak saja hebat dalam ilmu agama tapi juga dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadilah seorang ilmuwan muslim (cendekiawan muslim/intelektual Islam) yang menurut Abi Abdillah memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Bersungguh-sungguh belajar
Seorang muslim sangat menyadari akan hakikat semua aktifitas hidupnya adalah dalam rangka pengabdiannya kepada Allah SWT, sehingga dirinya haruslah mengoptimalkan semua potensi yang dimilikinya untuk sebesar-besarnya digunakan untuk meningkatkan taraf hidup kaum muslimin.

2. Berpihak pada kebenaran
Allah SWT berfirman: "Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (QS.Al Maidah : 100).

Seorang muslim sangat menyadari bahwa ilmu yang bermanfaat yang didapatnya itu kesemuanya dari sisi Allah SWT. Allah-lah yang telah mengajarinya dan membuatnya bisa mengenal alam semesta ini. Sehingga sebagai konsekuensinya, maka ia haruslah berpihak kepada kebenaran yang telah diturunkan Allah SWT, tidak peduli ia harus berhadapan dengan para oportunis (pengambil keuntungan sesaat), dan tidak peduli walaupun yang berpihak kepada kebenaran itu sangat sedikit. Karena ia tahu bahwa saat menghadap Allah SWT kelak, masing-masing akan mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri-sendiri, dan Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan walaupun kecil sebagaimana Firman-Nya : "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.". (QS. Al Zalzalah : 7-8).

3. Kritis dalam belajar
Allah SWT berfirman: "Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." (QS. Az Zumar : 18).

Setiap muslim mengetahui bahwa kebenaran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bersifat relatif dan tidak tetap. Sehingga ia selalu berusaha bersifat kritis dan tidak menelan bulat-bulat apa yang dipelajarinya dari berbagai ilmu pengetahuan modern tanpa melakukan suatu pengujian dan eksperimen.

Bisa saja suatu saat nanti teori yang saat ini dianggap benar akan ditinggalkan, karena kebenaran teori bersifat akumulatif (berangsur-angsur), sehingga dengan semakin berlalunya waktu maka akan semakin mengalami penyempurnaan. Hal ini berbeda dengan kebenaran al-Qur’an yang bersifat absolut (pasti), karena ia diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui akan kebenaran.

4. Menyampaikan ilmu
Allah SWT berfirman: " (Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran." (QS. Ibrahim : 52)

Sifat kaum muslimin yang keempat adalah berusaha mengamalkan ilmu yang sudah didapatnya dengan berusaha menyampaikannya sedapat mungkin kepada orang lain. Karena pahala ilmu yang telah dipelajari akan menjadi suatu amal yang tidak pernah putus walaupun ia telah tiada, jika telah menjadi suatu ilmu yang bermanfaat.

5. Sangat takut pada Allah SWT
Allah SWT berfirman: "Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu." (QS. Ath Thaalaq : 10).
Sifat yang kelima dari seorang ilmuwan muslim adalah bahwa dengan semakin bertambahnya ilmu pengetahuan yang didapatnya maka ia merasa semakin takut kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena dengan semakin banyaknya ilmu, maka semakin banyak rahasia alam semesta ini yang diketahuinya dan semakin yakinlah ia akan kebenaran firman Allah SWT dalam kitab-Nya. Bukan sebaliknya, semakin pandai justru semakin menjauhkan ia dari Allah SWT.

6. Bangun diwaktu malam
Allah SWT berfirman: " (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az Zumar : 9)

Ciri seorang ilmuwan muslim yang keenam sebagai konsekuensi dari ciri kelima diatas adalah bahwa dengan semakin yakinnya ia kepada penciptanya maka akan semakin banyak ia beribadah kepada-Nya, dan salah satu ibadah sunnah yang utama adalah ibadah yang dilakukan diwaktu malam.

Umat Islam saat ini kondisinya begitu memprihatinkan. Dari berbagai segi kita sangat tertinggal. Ekonomi-politik, sosial-budaya, hingga lahan pemikiran dan teknologi. Oleh karena itu, menjadi niscaya bagi kita semua untuk senantiasa memupuk kemampuan diri dan tidak lupa pula menyiapkan generasi. Peradaban Islam masa lalu telah mengajarkan kita betapa gemilangnya suatu masyarakat yang benar-benar menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya (way of life). Bukan hanya sebatas romantisme, namun semoga tulisan ini menjadi pemantik kesadaran kita untuk dapat meraih prestasi. Agar kemuliaan dan kehormatan umat kembali tinggi, sebagaimana Islam itu yang senantiasa meninggi dan tak ada yang sanggup menandingi.Wallohu a’lam Bish showwab.(R)