Lembar Dakwah LABBAIK

Friday, January 25, 2008

MEMAKMURKAN MASJID



"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada apa pun kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk."
(QS. At Taubah:18)

Tersebutlah di suatu kampung tak memiliki keranda untuk menandu orang yang meninggal. Setiap ada orang yang meninggal, hanya menggunakan kain sarung dengan dua bilah bambu yang dimasukkan ke dalamnya untuk memudahkan menandunya. Sangat berabe dan tidak praktis.

Atas inisiatif sesepuh kampung, mereka bermusyawarah untuk membuat keranda yang terbuat dari besi. Warga kampung pun menyepakatinya. Dikumpulkannya sumbangan berupa uang. Mulai dari yang ratusan rupiah, ribuan, bahkan puluhan ribu rupiah.

Singkat cerita, selesailah keranda tersebut. Secara bergurau, sesepuh kampung menawarkan kepada warganya, "Silahkan! Siapakah yang hendak pertama kali memakai keranda ini?" Tak ada seorang warga pun yang ingin menggunakannnya. Malahan mereka berkata, "Amit-amit, aku belum ingin menggunakannya. Aku ingin panjang umur. Biarlah orang lain terlebih dahulu yang menggunakannya." Apabila kita jujur mengamati dan menyadari, masjid di sekitar kita banyak yang senasib dengan keranda. (Masjid Bukan Hanya Bangunan Fisik; oleh Ade Sudaryat).

Saat ini mungkin seorang muslim tidak akan kesulitan untuk mencari sebuah masjid. Banyak masjid yang telah berdiri di berbagai tempat, baik besar maupun kecil, di kota maupun di desa, megah maupun sederhana, semuanya menandakan bahwa umat Islam begitu peduli terhadap pendirian rumah Allah. Tentunya ini merupakan hal yang menggembirakan bagi umat Islam, karena banyak tersedia masjid yang akhirnya memudahkan umat Islam untuk beribadah kepada Allah swt. dan lebih mendekatkan diri pada-Nya. Memakmurkan masjid Allah dalam realitas masyarakat sekarang ini kadang diterjemahkan dengan semakin memperbanyak pembangunan masjid. Tidak sedikit pribadi berlomba-lomba menyisihkan sebagian hartanya untuk berkontribusi dalam pembangunan sebuah masjid. Akan tetapi, semangat untuk mendirikan masjid di kalangan masyarakat ternyata tidak seimbang dengan semangat mereka untuk memakmurkan masjid yaitu dengan menghidupkannya melalui syiar Islam dan kegiatan-kegiatan keIslaman, atau setidaknya memenuhi masjid dengan shalat fardhu berjamaah. Kurangnya kepedulian umat Islam terhadap pemakmuran masjid, menjadikannya seperti bangunan kosong yang tak berpenghuni.

Memakmurkan masjid memiliki arti yang sangat luas, yaitu dengan menyelenggarakan kegiatan yang bernilai ibadah. Di antara kegiatan yang tergolong memakmurkan masjid adalah Pengelolaan Masjid, Majelis Taklim, Taman Pendidikan Alquran, Remaja Masjid, Perpustakaan, Koperasi, Poliklinik, Unit Pelayanan Zakat (UPZ), Konsultasi, Asy Syifa, Bantuan Hukum, Bursa Tenaga Kerja, Sekolah, Bank Syariah, BMT, BPRS, Kantor Pos, Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Rumah Sakit, Toko Buku, Pusat Informasi, Wartel, dan sebagainya.

Selanjutnya tingkat kemakmuran masjid sangat dipengaruhi oleh kepengurusan masjid yang profesional dan dukungan dari masyarakat sekitarnya. Tanpa takmir yang amanah dan taqwa dan dukungan dari masyarakat, baik tenaga (partisipasi), pikiran maupun harta, masjid akan menjadi sepi dari berbagai kegiatan ibadah dan syiar Islam. Masjid seringkali menjadi simbol kebesaran Islam, namun tampak kecil karena kurangnya kepedulian dari umat Islam itu sendiri. Dan hanya orang-orang pilihan yang mempunyai keteguhan, kekuatan dan kekokohan imanlah yang Allah pilih untuk mengelola rumah-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. At Taubah: 18 di atas.

Tidak terasa, kita hampir memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan penuh berkah, bulan penuh ampunan, bulan yang senantiasa dirindukan oleh setiap mukmin. Bulan di mana umat Islam berlomba-lomba dalam kebaikan (beribadah dan beramal sholih), berusaha sebaik mungkin dalam meningkatkan kualitas diri untuk mencari perhatian dari Allah swt, karena perhatian dari-Nya adalah segalanya. Sebaik-baik kasih sayang adalah yang berasal dari Sang Maha Penyayang. Berusaha agar dapat dimasukkan dalam golongan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin) dan pada akhirnya dapat mencicipi nikmatnya jannah (surga).

Ramadhan adalah bulan yang suci, yang perlu kita sambut dengan jiwa yang suci pula. Sehingga ketika memasuki bulan Ramadhan, kita dapat bersimpuh di hadapan Yang Maha Suci dengan jiwa yang suci, jiwa yang merindukan rahmat dan maghfirah-Nya.

Berbicara tentang Ramadhan, ada sebuah fenomena yang sangat menakjubkan di mana setiap muslim berbondong-bondang beramal dan memakmurkan masjid. Semaraknya masjid bukan saja pada waktu buka puasa bersama ataupun shalat tarawih, namun juga banyak kegiatan mengkaji ilmu Allah dan Ibadah lainnya. Suasana sejuk dan menentramkan ini, sangat disayangkan hampir tidak banyak dijumpai di luar bulan suci Ramadhan, bahkan selepas Syawal masjid terasa gersang serta sepi dari aktifitas ubudiyah. Hanya sedikit dari kaum muslimin yang berupaya untuk tetap memakmurkan masjid dan menjadikannya pusat syi'ar Islam.

Masjid merupakan sarana yang tepat untuk meningkatkan kuantitas maupun kualitas ibadah kita kepada Allah swt. terutama di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan menghampiri kita. Memperbanyak beribadah di masjid dan senantiasa menempati shaf pada saat shalat fardhu akan melambungkan pahala dan derajat seorang muslim di hadapan Allah swt. Bahkan pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk berdiam diri di masjid. Memperbanyak berdzikir dan beribadah kepada Allah serta berlomba-lomba dalam berusaha meraih malam Lailatul Qadr.

Namun demikian, pada bulan Ramadhan pula kita dapat menjumpai seberapa besar ketegaran seorang muslim untuk tetap istiqomah dalam ibadah dan ikut serta menghidupkan masjid. Karena banyak masjid yang pada malam pertama jama’ah shalat tarawih sangat banyak, bahkan tak tertampung sampai ke halaman masjid. Tetapi, dari hari ke hari menuju penghujung bulan Ramadhan jumlah jama’ah semakin menyusut tipis, bahkan hanya beberapa gelintir muslim saja yang sanggup bertahan. Demikian juga dengan jama’ah kajiannya. Pada hari pertama, biasanya banyak jama’ah yang semangat untuk mengikuti kajian di masjid dengan niatan untuk menuntut ilmu agama dan menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai madrasah perbaikan diri menjadi seorang muslim yang lebih baik. Akan tetapi, seperti halnya jama’ah shalat tarawih, jama’ah kajianpun semakin hari semakin menyusut. Padahal salah satu dari penghuni surga Allah adalah pemuda yang hatinya senantiasa merindukan masjid, tetapi sungguh jarang pada zaman sekarang menemukan pemuda yang hatinya terpaut pada masjid. Memang sungguh sangat menyedihkan nasib masjid pada saat ini.

Allah memberikan beberapa syarat sifat kepada mereka yang memakmurkan masjid (aktifis masjid) dengan sesungguhnya, hanya orang dengan 4 sifat inilah yang dalam pandangan Allah dikatakan sebagai orang yang memakmurkan masjid serta mendapatkan karunia-Nya berupa digolongkan ke dalam golongan orang yang mendapatkan petunjuk:

Beriman kepada Allah dan Hari Akhir
Orang yang diberikan hak Allah memakmurkan masjid adalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Keimanan kepada Allah dan hari akhir ini merupakan bukti yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah yang lain seperti binatang. Binatang hanya mengenal apa-apa yang sifatnya lahiriyah dan keduniawian saja, dan tidak pernah melihat sisi ruhani. Oleh karena itu sangat wajar kalau ada binatang yang saling berhubungan dengan yang lainnya tanpa mengindahkan norma karena demikianlah Allah menciptakan mereka. Akan tetapi kalau ada manusia yang perilakunya seperti binatang, maka derajatnya sama dengan binatang bahkan lebih rendah lagi, seperti difirmankan Allah:
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. al-A'raf: 179)

Antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir sering diredaksikan al-Qur'an secara berurutan karena keimanan kepada kedua hal ini, bisa menjadi pembeda antara orang-orang yang beriman dengan mereka yang keimanannya hanyalah dusta. Orang yang beriman tidak akan menghalalkan segala cara dalam berusaha dengan sebuah keyakinan Allah SWT Maha Mengetahui dan Dia akan memberikan balasan atas seluruh perbuatan manusia pada hari akhir kelak.

Ketika seorang yang keimanannya benar memiliki harapan duniawi, dia akan senantiasa berupaya mencapainya dengan cara yang halal, di samping itu menghubungkannya dengan akhirat, apakah dunia yang dicarinya itu bisa menjadi sarana menggapai kebahagiaan akhirat ataukah tidak? Seperti dikisahkan shahabat mulia Abdurahman bin Auf yang pernah mendengar Rasulullah bersabda dirinya akan masuk sorga dengan merangkak karena hartanya, maka seketika Abdurahman bin Auf menginfakkan seluruh hasil perniagaannya berupa 10.000 ekor unta berikut muatannya. Ini menjadi cerminan seorang mukmin menggunakan dunia yang diraihnya untuk mencari kebahagiaan akhiratnya.

Mendirikan Sholat
Sifat kedua yang harus dimiliki oleh orang yang berhak memakmurkan masjid adalah orang yang bisa tetap mendirikan shalat. Shalat akan menjaga setiap mukmin dari perbuatan keji dan mungkar serta senantiasan menjaga kekuatan hubungan dengan Allah. Firman Allah:
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk kepada Allah.“ (QS. al-Maidah: 55)

Jangan sampai terjadi pengelola masjid sangat jarang shalat di masjid dan hanya datang ke masjid dalam peringatan hari besar Islam saja sebelum akhirnya menghilang lagi selesai acara. Orang seperti ini tidak layak menjadi pengelola masjid karena ia bukan aktifis masjid. Dalam memilih orang menjadi pengurus masjid juga diupayakan untuk tidak menghalalkan segala cara.
Kadang ada sebagian orang yang menunjuk seseorang untuk menjadi pengelola/pengurus masjid bukan karena keaktifannya untuk memakmurkan masjid dengan amal ibadah, akan tetapi dipilih karena dia orang berpangkat atau kedudukannya yang terpandang di masyarakat. Keadaan seperti ini dikatakan menghalalkan segala cara dalam memilih pengurus masjid dan jelas menyalahi aturan Allah SWT yang menyaratkan mereka yang menegakkan sholatlah yang berhak memakmurkan masjid.

Menunaikan Zakat
Sifat yang harus dimiliki oleh orang yang memakmurkan masjid adalah memperhatikan masalah zakat. Ini sangat penting, karena menyangkut upaya untuk senantiasa membersihkan diri dari berbagai kotoran hati, dengan zakat menjadi wujud kesadaran bahwa apapun yang ada pada diri manusia merupakan amanah (titipan) Allah sehingga terjauh dari sifat bakhil dan tidak terpuji, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. at-Taubah: 103)

Tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah
Seorang aktifis masjid adalah mereka yang penuh ‘Izzah (harga diri) karena ia hanya memiliki rasa takut kepada Allah SWT. Pribadi yang memiliki ‘Izzah di hadapan Allah akan dipenuhi kemuliaan karena senantiasa berupaya menerapkan aturan-aturan-Nya serta meninggalkan segala sesuatu yang dilarang-Nya. Hal ini sekaligus menjadi gambaran, seorang aktifis masjid tidak akan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya terlebih ketika hal itu sesuatu yang dilarang Allah serta berusaha ridha terhadap apapun ketetapan Allah, seperti difirmankan Allah:
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka (orang-orang dzalim) dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan Nikmat-Ku atas-Mu, dan supaya kamu mendapatkan petunjuk.” (QS. al-Baqarah: 150)

Masjid merupakan baitullah (rumah Allah) yang harus senantiasa dijaga kesuciaannya, kehormatan, dan menjadi pusat pembinaan serta aktifitas kaum muslimin di dunia. Dengan orang-orang yang diberikan hak Allah untuk memakmurkan sajalah masjid akan mencetak pribadi dan masyarakat yang sholeh dan tunduk kepada Allah. Insya Allah ketika jiwa-jiwa kaum muslimin telah terikat kepada masjid, nuansa sejuk bulan penuh rahmat Ramadhan akan senantiasa kita rasakan. Dan Rasulullah SAW beserta generasi terbaik umat manusia (para shahabat) telah menunjukkan kerja keras membangun peradaban Islam dengan masjid sebagai pusatnya. Generasi yang muncul adalah para shahabat dengan hati penuh keimanan dan ketaqwaan yang membawa kedamaian, bahkan Allah-pun tak segan memberikan kemuliaan dan kejayaan kepada mereka dunia dan akhirat-Nya.

Wallahu a’lam bishshawab. [UM]

Tambahan:
"Akan terdapat enam keanehan di akhir zaman. (1) masjid berada di tengah-tengah pemukiman penduduk, sementara penduduknya sudah enggan melaksanakan salat di dalamnya, (2) setiap rumah/orang memiliki Alquran, tapi jarang membacanya, (3) orang-orang fasik berlomba-lomba menghafal Alquran, (4) wanita salehah bersuami ahli maksiat, (5) laki-laki saleh beristri ahli maksiat, (6) ulama berada di tengah-tengah kaumnya yang sudah enggan lagi mendengarkan fatwa atau nasihatnya" (Ibnu Hajar Al'asqolany, Nashoihul 'ibad: 42).

UKHUWAH ISLAMIYAH


HARI JADI KOPERASI DAN MOMENTUM MEMAHAMI KEMBALI UKHUWAH ISLAMIYAH

Setiap tanggal 12 Juli bangsa indonesia memperingati hari koperasi. Dalam kamus bahasa Indonesia koperasi diartikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan (http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi)

Gagasan tentang koperasi itu sendiri telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya (self-help organization) untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan pegawai dan petani, oleh Patih Purwokerto, Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi, Booke, juga menaruh perhatian terhadap koperasi.

Koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam peta pemikiran ekonomi Bung Hatta. Sebagaimana diketahui, sebagai bapak koperasi Indonesia, Bung Hatta tidak hanya memandang koperasi sebagai bangun perusahaan yang ideal pada dataran mikro, tetapi sekaligus memandangnya sebagai sumber inspirasi dalam mengembangkan sistem perekonomian Indonesia pada dataran makro (Revrisond Baswir, republika.co.id; 2 agustus 2004). Akan tetapi, kabar tentang koperasi saat ini tidak menggembirakan. Di antara tiga pilar perekonomian, koperasi adalah sektor yang paling tertinggal. Bahkan, koperasi dikaitkan dengan gejala KKN. Asas kekeluargaan diterapkan sebagai "asas keluarga". Hal ini erat kaitannya dengan kebijakan "jatah" dan "fasilitas" khusus dari Pemerintah, terutama di masa Orde Baru. Orang masuk koperasi bukan karena ingin bekerja sama dalam kegiatan produktif, melainkan karena ingin menikmati fasilitas dan jatah dari Pemerintah (Dawam Raharjo, kompas 22 Agustus 2002).

Terlepas dari semua itu, Ada poin penting yang patut kita pelajari, bersamaan dengan momen penting hari jadi koperasi di tahun 2007 ini. Terkait dengan Semangat kekeluargaan yang dijadikan asas dalam koperasi. Islam memandang semangat kekeluargaan dengan penafsiran yang lebih luas. Semangat kekeluargaan diterapkan bukan karena faktor kepentingan individu atau golongan akan tetapi betul-betul atas dasar keikhlasan dan pencapaian keridloan Allah SWT semata. Untuk mencapai pemahaman tentang kekeluargaan tersebut perlu kiranya memahami betul arti Ukhuwah Islamiyah.

UKHUWAH ISLAMIYAH
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling memutuskan hubungan dan janganlah sebagian kamu menyerobot transaksi sebagian yang lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya), mendustainya dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu berada di sini (beliau menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah seseorang (muslim) dianggap (melakukan) kejahatan karena melecehkan saudaranya. Setiap muslim atas muslim lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya". (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Hadits di atas mengajarkan kepada kita tentang syarat-syarat ukhuwah Islamiyah yang harus dipenuhi oleh setiap muslim, di antaranya:

Larangan Saling Mendengki
"Dan janganlah kalian saling mendengki". Berkata Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul Ulum wal Hikam: "Tidak boleh saling mendengki atas sebagian kalian terhadap sebagian yang lain. Dengki yaitu perasaan tidak suka kalau ada orang lain mengunggulinya dalam salah satu keutamaan yang dimilikinya".

Asy-Syaikh Al-'Allamah Muhammad Hayat As-Sindi berkata dalam kitabnya Syarh Arba'in Nawawiyah: "Tidak boleh sebagian di antara kamu mengharapkan lenyapnya kenikmatan dari sebagian yang lain, karena perbuatan itu akan menjadikannya ingkar terhadap Allah, yaitu terhadap apa-apa yang telah Allah bagi dan tentukan dengan hikmah dan ketentuan-Nya. Dengki itu dapat menyebarkan permusuhan, ghibah dan namimah. Orang yang suka mendengki itu hatinya selalu sedih dan gundah, sebab dia akan selalu tersiksa oleh perbuatannya setiap kali melihat orang yang didengkinya mendapat kenikmatan."

Larangan Saling Menipu
"Janganlah saling menipu." Ibnu Rajab Al-Hambali dalam kitabnya Jami'ul Ulum wal Hikam berkata: "Banyak sekali ulama yang menafsirkan kata “an-najsy” di sini dengan arti meninggikan penawaran harga barang yang dilakukan oleh orang yang tidak akan membelinya, mungkin untuk memberikan manfaat bagi penjual dengan adanya tambahan harga, atau untuk mencelakakan pembeli dengan meninggikan harga yang harus dibayar."

Dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alahi wasallam, bahwa beliau melarang menawar barang melebihi harganya (dengan tujuan menipu pembeli lain). (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abi Aufa berkata: "Pelaku tipu menipu (seperti ini) adalah pemakan riba dan pengkhianat."

Larangan Saling Membenci
"Dan janganlah kalian saling membenci." Asy-Syaikh Al-'Allamah Al-Imam Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah berkata: "Janganlah kalian melakukan apa yang akan menyebabkan saling membenci karena itu akan menyebabkan bermacam-macam kerusakan di dunia dan bencana di akhirat."

Al-Imam Al-Hafizh Rajab Al-Hambali berkata: "Sesama muslim dilarang saling membenci dalam hal selain karena Allah, apalagi atas dasar hawa nafsu, karena sesama muslim itu telah dijadikan Allah bersaudara dan persaudaraan itu saling cinta bukan saling benci."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, tidaklah kalian masuk Surga sehingga kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehingga saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian." (HR. Muslim)

Larangan Saling Memutuskan Hubungan (Silaturahim)
"Janganlah kalian putuskan hubungan." Al-Imam Al-'Allamah Ibnu Daqiqil 'Ied berkata: "Makna 'tadabaru' adalah saling bermusuhan, dan ada pula yang mengatakan saling memutuskan hubungan karena masing-masing saling membelakangi."
Asy-Syaikh Al-'Allamah Muhammad Hayat As-Sindi berkata: "Tidak diperbolehkan sebagian kalian berpaling dari sebagian yang lain, tetapi seharusnya kalian menghadapi mereka dengan wajah berseri-seri, hati yang bersih dari kedengkian dan permusuhan serta dengan tutur kata yang manis."

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga hari, keduanya bertemu tidak saling menyapa, sebaik-baik di antara keduanya adalah yang memulai salam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Larangan Menyerobot Transaksi Saudara Sesama Muslim
Asy-Syaikh As-Sindi berkata: "Ada salah seorang di antara kamu mengatakan kepada orang yang mena war dagangan orang lain, ‘tinggalkanlah, aku akan jual kepadamu dengan harga yang lebih murah’, atau mengatakan kepada orang yang hendak menjual dagangannya kepada seseorang, ‘tinggalkanlah, aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih tinggi’.”

Semua perbuatan di atas menafikan ukhuwah Islamiyah, karena seorang mukmin itu mencintai untuk saudaranya seperti apa yang disukai untuk dirinya. Hendaklah kita melakukan mu'amalah ukhuwah (persaudaraan) dengan sebenar-benarnya, dengan cara menghendaki kebaikan untuk saudaranya sebagaimana menghendaki untuk dirinya, dan membenci kejahatan yang ada pada saudaranya seperti membenci kejahatan itu menimpa dirinya.

Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan: "Di dalam lafazh itu menunjukkan bahwa mereka meninggalkan saling mendengki, menipu, membenci, memutuskan hubungan silaturahim dan menyerobot transaksi saudaranya, dengan demikian mereka bersaudara. Dalam hadits ini juga diperintahkan untuk mencari apa saja yang dapat menjadikan orang-orang muslim bersaudara secara mutlak. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain."Allah berfirman: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu." (Al-Hujurat: 10)

Jika orang-orang mukmin itu bersaudara mereka diperintahkan untuk dapat melunakkan hati dan mempersatukannya, dilarang melakukan apa yang dapat menyebabkan perpecahan dan perselisihan.Berkata Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi: "Persaudaraan Islam itu lebih kuat dari persaudaraan karena nasab."

Karena itu tidak boleh menzhalimi saudaranya sesama muslim dalam bentuk apapun. Tidak boleh mendiam kan untuk tidak menolongnya jika melihat ia dizhalimi, karena setiap mukmin diperintahkan saling tolong-menolong seperti sabda Nabi: "Tolonglah saudaramu dalam keadaan zhalim atau dizhalimi", ia berkata (Abu Hurairah), 'wahai Rasulullah, aku tolong dia dalam keadaan dizhalimi, lalu bagaimanakah aku menolongnya dalam keadaan zhalim?', beliau bersabda: "Kamu cegah dia dari kezhalimannya maka itulah pertolonganmu kepada nya."(HR. Al-Bukhari)

Penutup
Akhirnya melalui momen penting hari jadi koperasi tanggal 12 juli 2007 ini, marilah kita tingkatkan semangat kekeluargaan. Kekeluargaan merupakan asas penting demi terciptanya hubungan antarsesama yang harmonis. Asas kekeluargaan harus dibangun atas dasar niatan yang suci bukan untuk maksud mendzalimi antara sesama melainkan karena keihlasan dan pencapaian keridhaan Allah SWT semata. Tentunya, kita sebagai umat Islam semangat kekeluargaan tersebut kita jadikan sebagai sarana untuk menjalin ukhuwah islamiyah dengan cara tidak saling mendengki, tidak saling menipu, tidak saling membenci, memutuskan tali silaturahmi dan tidak menyerobot transaksi sesama muslim. Sebagaimana hadis nabi dari Abu Hurairah radhiallahuanhu : "Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling memutuskan hubungan dan janganlah sebagian kamu menyerobot transaksi sebagian yang lain, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu saudara muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (tidak memberikan pertolongan kepadanya), mendustainya dan tidak boleh menghinakannya. Taqwa itu berada di sini (beliau menunjuk dadanya tiga kali). Cukuplah seseorang (muslim) dianggap (melakukan) kejahatan karena melecehkan saudaranya. Setiap muslim atas muslim lain haram darahnya, hartanya dan kehormatannya". (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Wallahu A’lam Bisshowab. [IT]

Maroji’
Al qur’an dan Hadist
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
Syarh arba'in nawawiyah ,Riyadhush Sholihin dan Tafsir Ibnu Katsir.
www. Kompas.com
www. Republika.co.id

MARI BERBICARA TENTANG CINTA



Jikalau ada sesuatu yang dikatakan paling indah membahagia yang dirasakan seorang manusia dalam hidupnya, maka mungkin kata ini adalah yang selalu muncul terlontarkan oleh siapapun yang menjawabnya. Adalah cinta yang menjadi suatu tema yang senantiasa mengiringi roda hidup sejarah manusia, dari awal dunia dicipta, hingga nanti saat dimana hari kiamat tiba. Bisa dibilang, cinta adalah ruh kehidupan manusia. Tanpanya, hidup seakan hampa tiada makna. Bukan kehidupan namanya jika tidak menyelipkan kata ini menjadi salah satu sub tema dalam setiap persoalan yang pernah dihadapi oleh siapapun manusia.

Cinta memang suatu kata yang tidak pernah basi untuk dibicarakan oleh siapapun, dalam saat kapanpun, dan di tempat manapun. Ianya menjadi isu yang universal yang pernah dirasakan oleh setiap manusia normal yang pernah hidup di alam dunia ini. Hal itu karena cinta adalah sebuah fitrah, suatu ciri dari tabiat seorang manusia. Bilapun ada seseorang yang mengklaim bahwa ia tidak pernah jatuh cinta, maka kita boleh curiga akan hakikat kemanusiaannya.

Alloh telah sempurna ketika mencipta alam ini, tiada secuilpun kekurangan ketika Ia mencipta bumi dan langit dunia dalam enam masa (QS.7:54). Oleh karena itu, Dia juga menciptakan cinta di alam manusia, sesuatu yang menandakan bukti kesempurnaan penciptaan oleh yang Maha Sempurna dalam mencipta alam semesta. Alloh menghadirkan cinta sebagai suatu sarana bagi seorang manusia untuk mendapatkan bahagia. Ia juga menjadikan cinta sebagai salah satu unsur dalam beribadah kepada-Nya.

Beberapa ahli sastra mengatakan sesuatu tentang cinta, bahwa ia menjadikan pengecut menjadi pemberani, yang bakhil jadi penderma, menjadikan si bodoh pintar, memfasihkan lidah yang kelu, mempertajam pena bagi si pengarang, menguatkan si lemah dan melemahkan seorang yang kuat, mendatangkan kegembiraan di dalam jiwa dan kesenangan di dalam hati. Dan, mungkin sudah tidak lagi terhitung ungkapan-ungkapan semakna yang pernah dilontarkan oleh para ahli sastra dan siapapun manusia demi mengapresiasikan apa yang mereka fahami dari sebuah kata sederhana, cinta.

Cinta. Mungkin ia mirip sebuah senjata superdahsyat yang sanggup untuk merubah sesuatu yang mungkin tidak pernah terpikirkan untuk dapat dirubah sebelumnya. seperti yang diungkap oleh para sastrawan di atas, karena cinta-lah sesosok manusia dapat berubah 180 derajat dalam hidup dan kehidupannya.

Cinta merupakan salah satu landasan hidup dan pijakan gerak seorang anak manusia. Oleh karenanya kita diajarkan bahwa cinta menjadi salah satu asas dalam aqidah kita sebagai seorang muslim. Hingga kita mengenal salah satu kategori syirik kepada Alloh adalah syirkul mahabbah, syirik cinta. Kita memahami bahwa cinta dalam pandangan kita adalah cinta yang pertama dan utama yang ditujukan hanya kepada Alloh semata, dan cinta kepada selainnya adalah cinta yang tidak boleh keluar dari bingkai cinta kepada Dia yang kita sembah dengan segala ke-Maha Sempurnaan-Nya dalam segala wujud penciptaan. Dan manakala prinsip cinta yang sudah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya tersebut kita langgar, sudah menunggu di alam neraka siksaan yang menjadi ganjaran oleh karena kesalahan kita terhadap pemaknaan dan penempatan prioritas cinta ketika kita hidup di dunia.

Cinta kepada Alloh adalah salah satu unsur dalam beribadah, dan ia menjadi sifat wajib yang mesti ada dan dimiliki oleh setiap hamba. Sebagaimana apa yang difirmankan Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 165:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Alloh; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Alloh. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Alloh”.

Dalam ayat tersebut Alloh mencirikan secara tegas sebuah karakter dari seorang mu’min dalam mengaplikasikan fitrah cinta, setelah sebelumnya Alloh menjelaskan bahwa ada makna kesepadanan antara aktifitas penyembahan kepada-Nya, dengan kedudukan penyaluran rasa cinta. Secara singkat mungkin ayat ini dapat dibahasakan bahwa menyembah adalah mencinta, oleh karena itu seorang beriman hanya menempatkan cinta kepada Alloh sebagai cinta pertama dan utama, sebelum cinta-cinta kepada yang lainnya. Artinya, cinta adalah salah satu asas dalam beraqidah. Bilamana dalam hal ini kita tersalah, maka akan suramlah nasib seorang manusia, baik itu di dunia, terlebih di akhirat sana. Mengenai hal ini, Alloh pun telah mencontohkan, bagaimana dunia dengan segala perhiasannya kadangkala mampu menyesatkan kita akan kaidah dalam memprioritaskan cinta. Dalam Qur’an Surat At-Taubah ayat 24 Alloh berfirman:
“Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Alloh dan Rosul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Alloh mendatangkan keputusan-Nya". Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.

Coba kita perhatikan ayat ini. Segala hal yang dapat memalingkan cinta kita kepada Alloh telah disebutkan. Secara garis besar Alloh membagi menjadi dua kecintaan, yaitu kecintaan yang berlebihan kepada keluarga, dan kecintaan yang berlebihan kepada harta. Kedua cinta ini yang memang biasanya dapat memerosokkan seorang hamba ke lembah kesesatan. Atau, kedua cinta ini yang juga sering menjadi tandingan kecintaan kepada Alloh. Seperti kisah seorang anak dari khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq yang bernama Abdurrahman. Ia memiliki istri yang cantik jelita, yang karenanya, Abdurrahman pernah telat untuk datang menghadiri sholat berjama’ah di masjid. Abu Bakar merasa khawatir terhadap anaknya ini. Lalu ia perintahkan anaknya itu untuk menceraikan istrinya. Sebagai anak yang sangat berbakti, Abdurrahman pun menuruti perintah sang ayah, walaupun ada rasa nelangsa di ufuk dada yang terlukis dalam bait kata-kata:
Demi Alloh, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari kan terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapatiorang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia
Dithalaq karena dosanya
Dia berakhlak mulia
Beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi perkerti tinggi
Bersifat pemalu, dan halus tutur katanya

Mendengar itu, luluh kemudian hati sang Ayah. Maka diizinkanlah mereka rujuk kembali. Tidak berapa lama setelah itu, Abdurrahman pun membuktikan ketinggian cintanya. Dalam sebuah seruan jihad ia memenuhinya, dan ia syahid di medannya sebagai seorang syuhada. Ia telah benar-benar membuktikan kesucian dan ketinggian cintanya kepada Alloh Subhaana wa Ta’ala.
Kisah di atas memang terkesan terlalu tinggi bagi kita. Tapi paling tidak ada sebuah pelajaran agung tentang cinta yang dapat kita ambil hikmahnya. Betapa seorang Abu bakar merasa khawatir kalau kecintaan Abdurrahman terhadap istrinya tumbuh berkembang menjadi tidak sehat, yaitu kecintaan yang mengalahkan cintanya kepada Alloh. Dari kisah inipun kita dapat menarik pelajaran lain. Bahwa cinta yang diikat dengan halalan thoyyiban dalam mahligai pernikahan pun kadangkala dapat menjadi batu ujian bagi dua orang hamba dalam meraih ridho-Nya. Lalu bagaimana dengan kisah cinta remaja dan pemuda zaman sekarang yang sudah sangat menggejala, sehingga apa yang mereka sebut dengan pacaran itu tidak jarang menjadi penyebab mereka melakukan perbuatan berzina. Padahal dalam sebuah ayat dikatakan bahwa mendekati zina saja kita sudah dilarang.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk”(QS.Al-Isro:32)

Maka menjadi sebuah peringatan bagi kita semua. Ada aturan dalam Islam yang mengajarkan tentang cinta. Pun, ada etika dalam Islam yang mengatur tentang bagaimana kita berinteraksi dengan sesama, khususnya yang berkenaan dengan hubungan kecendrungan rasa dengan seseorang di kehidupan kita, terutama bagi para pemuda yang belum memiliki keinginan untuk segera menggenapkan separuh agama. Pacaran, dengan segala aktivitasnya adalah termasuk ke dalam perbuatan “mendekati zina”. Maka untuk mendekatinya saja dilarang, apatah lagi jika melakukannya.

PENUTUP
Menjadi suatu hal yang wajib kita fahami dari agama Islam ini adalah kemenyeluruhan dalam ajarannya. Sehingga tidak ada secuilpun dimensi aktifitas yang itu tidak luput dari pengaturan Islam, apalagi ajaran Islam tentang cinta. Fitrah cinta dan kecendrungan rasa menjadi suatu hal yang sangat manusiawi yang pasti dirasakan oleh setiap manusia. Bagi agama ini, cinta menjadi suatu persoalan agung yang benar-benar di perhatikan. Karena ia menjadi salah satu pilar dari sesuatu yang paling mendasar dalam bangunan agama. Ia merupakan salah satu unsur dalam ibadah, sekaligus menjadi asas dalam beraqidah. Maka menjadi bukti kesempurnaan iman seseorang adalah kemengertiannya dan kelurusannya dalam mengaplikasikan fitrah cinta. Sekalipun jangan sampai terjadi kita terjerembab dalam kubangan kesesatan yang disebabkan oleh kesalahan kita dalam menyalurkan rasa cinta. Karena jika saja itu sampai terjadi pada diri kita, maka bersiap saja dihampiri oleh rasa sengsara yang tiada batasnya, hanya karena cinta yang tidak kita sanggup untuk mengaturnya. Wallohu a’lam bish showwab.

PARADIGMA SISTEM PENDIDIKAN ISLAM


PARADIGMA SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
DI TENGAH ERA MODERNISASI DAN GLOBALISASI

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS. An-Nisa: 9)

Ujian Akhir Nasional tingkat Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama telah usai. Banyak kalangan melancarkan aksi protes terhadap penyelenggaraan UAN yang diduga banyak kecurangan. Aksi protes dan mogok siswa yang menentang pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya turut mewarnai jalannya UAN tahun ini. Di samping itu, kontroversial standar nilai minimal kelulusan siswa rata-rata 5,0 terus terjadi. Banyak kalangan yang menilai pemerintah tidak adil, penentuan standar kelulusan ini tidak sebanding dengan upaya pemerintah dalam peningkatan kualitas sarana dan prasarana pendidikan, terutama di daerah-daerah.

Beberapa hari yang lalu, bangsa Indonesia memperingati hari pendidikan nasional. Berbagai acara dan pemberian penghargaan pun digelar, namun yang paling penting dari semua ini adalah bagaimana seluruh kalangan berupaya untuk mengintrospeksi pelaksanaan dan kualitas pendidikan yang ada saat ini. Sudahkah konsep pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam UU Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa benar-benar terealisasi? Sudahkan output dari sistem pendidikan yang diterapkan saat ini menghasilkan SDM yang tidak hanya unggul dalam segi IPTEK, namun juga memiliki moral dan akhlak yang mulia? Terlebih dalam menghadapi perubahan zaman saat ini. Lalu bagaimana pula dengan keberadaan pendidikan umat Islam khususnya?

Di tengah tuntutan zaman akan SDM yang unggul, menjunjung tinggi kejujuran dan akhlak mulia, dan mampu bersaing di era globalisasi dan modernisasi ini, bangsa Indonesia khususnya umat islam harus terus membenahi sistem pendidikan yang ada. Umat islam yang memiliki tuntunan yang jelas akan pendidikan dalam al-qur’an dan hadits, dan berbagai contoh pendidikan yang diterapkan rosululloh, para sahabat serta para pendahulu kita yang mampu menciptakan kejayaan peradaban dan kebudayaan islam sepanjang abad pertengahan, harus bisa lebih proaktif dalam membenahi sistem pendidikan mulai dari pendidikan dalam keluarga hingga pendidikan di tengah-tengah masyarakat.

Jika kita melihat perjalanan sejarah,kita akan mengetahui bahwa kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa tersebut. Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam. Pada masa itu Rosululloh SAW senantiasa menanamkan kesadaran kepada para sahabat dan pengikutnya akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umatnya untuk senantiasa mencari ilmu.

Dalam haditsnya Rosululloh menyatakan bahwa mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Bahkan Rosululloh juga memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mencari ilmu sejak dilahirkan sampai masuk ke liang lahat,dan memerintahkan pula untuk mencari ilmu meskipun sampai ke negeri Cina. Demikinlah betapa Rosululloh sangat mementingkan pendidikan bagi umatnya.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya. Khalifah Umar bin khattab secara khusus mengirimkan petugas ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi guru bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut, mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat melalui halaqah-halaqah khusus untuk mempelajari agama dan terbuka untuk umum. Masa inilah yang menjadi cikal bakal pendidikan islam.

Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama tetapi terjadi pengembangan materi, dan terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana 'pendidikan', yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam.

Al-Ma'mun, salah satu khalifah Daulat Bani Abbasiyah, mendirikan Bait al-Hikmah di Bagdad pada tahun 815 M. Pada Bait al-Hikmah ini terdapat ruang-ruang kajian, perpustakaan dan observatorium (laboratorium). Meskipun demikian, Bait al-Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang 'cukup sempurna', karena sistem pendidikan masih sekedarnya dalam majlis-majlis kajian dan belum terdapat 'kurikulum pendidikan' yang diberlakukan di dalamnya.

Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan 'modern' baru muncul pada akhir abad X M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jendral Jauhar as-Sigli-seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah-pada tahun 972 M (Mahmud Yunus, 1990). Pada al-Azhar, selain dilengkapi dengan perpustakaan dan laboratorium, mulai diberlakukan sebuah 'kurikulum pengajaran'.

Institusi pendidikan Islam ideal dari masa kejayaan Islam lainnya adalah Perguruan (Madrasah) Nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk-perdana menteri pada kesultanan Seljuk pada masa Malik Syah-pada tahun 1066/1067 M di Bagdad dan beberapa kota lain di wilayah kesultanan Seljuk. Madrasah Nizamiyah merupakan perguruan pertama Islam yang menggunakan sistem sekolah. Artinya, dalam Madrasah Nizamiyah telah ditentukan waktu penerimaan siswa, test kenaikan tingkat dan juga ujian akhir kelulusan. Selain itu, Madrasah Nizamiyah telah memiliki manajemen tersendiri dalam pengelolaan dana, memiliki kelengkapan fasilitas pendidikan-dengan perpustakaan yang berisi lebih dari 6000 judul buku yang telah diatur secara katalog dan juga laboratorium, memiliki sistem perekrutan tenaga pengajar yang ketat dan pemberian bea siswa untuk yang berprestasi.

Selain adanya institusi pendidikan yang memiliki kapabilitas tinggi, pada masa kejayaan Islam, kegiatan keilmuan benar-benar mendapat perhatian 'serius' dari pemerintah. Sehingga kebebasan akademik benar-benar dapat dilaksanakan, kebebasan berpendapat benar-benar dihargai, kalangan akademis selalu didorong untuk senantiasa mengembangkan ilmu melalui forum-forum diskusi, perpustakaan selalu terbuka untuk umum, bahkan perpustakaan pribadi dan istana pun terbuka untuk umum.

Namun demikian, seiring dengan kemunduran Islam, terutama setelah runtuhnya Bagdad tahun 1258 M, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran. Paradigma pendidikan Islam mengalami distorsi besar-besaran, dari sebuah paradigma yang progresif dengan dilandasi keinginan menegakkan agama Allah menjadi paradigma yang sekedar mempertahankan apa yang telah ada. Sehingga, pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah 'sarana pendewasaan' umat, pendidikan menjadi tidak lebih dari hanya sekedar sarana untuk mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai 'lama' (tradisional) dari ancaman 'serangan' gagasan Barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi Islam, terutama 'standar' moralitas Islam. Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang merekonstruksi paradigma (pola pikir) peserta didik melalui interpretasi secara kontinue dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan zaman.

Akibatnya, pendidikan Islam melakukan proses 'isolasi' diri sehingga pendidikan Islam akhirnya termarginalisasi dan 'gagap' terhadap perkembangan pengetahuan maupun teknologi. Melihat fenomena di atas, adanya upaya untuk menemukan kembali semangat (ghirah) pendidikan Islam tampaknya diperlukan, Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali dunia kependidikan Islam sehingga kembali mampu eksis di tengah masyarakat.

Ada beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif, yakni :

Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama Islam, di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridlo Allah.

Kedua, adanya keseimbangan antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan Islam adalah kecenderungan untuk lebih menitik beratkan pada kajian agama dan memberikan porsi yang berimbang pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non-agama dalam dunia pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali eksis di tengah masyarakat.

Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal.. Karena, selama masa kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan atau minimal membuka kembali sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang tentunya akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya.

Keempat, mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu, materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi yang applicable dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu menghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan jaman dan peka terhadap lingkungan.

Di samping itu, ada satu faktor lain yang akan sangat membantu yaitu adanya perhatian dan dukungan pemerintah atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan. Adanya perhatian dan dukungan pemerintah akan mampu mempercepat penemuan kembali paradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat. Terlebih di tengah era modernisasi dan globalisasi ini, ditengah tantangan dan hambatan yang semakin besar dari berbagai sektor, pengaruh televisi, arus budaya jelek barat yang semakin menyebar ke seluruh pelosok negeri.

Umat islam harus mampu menciptakan generasi umat yang memiliki SDM yang bermutu tinggi, berkualitas dalam ilmu pengetahuan umum, maupun ilmu agama, memiliki akhlak mulia dan memiliki kapabilitas untuk bersaing dengan produk pendidikan barat dalam berbagai bidang dalam rangka membangkitkan kembali kejayaan peradaban islam. Ingatlah peringatan Alloh SWT dalam Al-quran: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (QS. An-Nisa: 9)

Tentunya berbagai upaya harus terus dilakukan mulai dari pembenahan pendidikan sejak dalam lingkungan keluarga, upaya untuk mengajarkan islam sejak dini secara komprehensif dan menyeluruh, sampai kepada upaya perbaikan paradigma pendidikan islam, serta perbaikan sistem pendidikan nasional melalui perbaikan mutu peraturan perundang-undangan dan perbaikan kinerja pemerintah serta para pelaku pendidikan. Mari kita jadikan semangat hari pendidikan nasional sebagai momentum perbaikan kualitas pendidikan pribadi, keluarga serta umat. Islam memerintahkan umatnya untuk senantiasa terus belajar (tarbiyah) hingga batas usia menutup kisah kita di dunia. (Ridwan)

Diolah dari berbagai sumber.