Lembar Dakwah LABBAIK

Tuesday, January 16, 2007

UNTUKMU IBU


Hari ini, bertepatan dengan tanggal 22 Desember 2006, merupakan hari yang istimewa bagi sesosok manusia mulia dalam kehidupan kita. Tidak lain sosok itu adalah seseorang yang biasa kita panggil “Ibu”. Di hari ini, mereka merayakan hari kebesarannya di setiap tahunnya. Tanggal 22 Desember selalu menggaungkan nama mereka dalam kegaduhan isu dan gosip yang menghiasi tayangan acara di televisi maupun yang termuat di media cetak. Pun banyak juga diadakan kegiatan-kegiatan yang dipersembahkan untuk menghormati mereka dan memperingatkan akan peran dan jasa mereka yang sangat besar adanya dalam perjalanan kita, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai sebuah bangsa.

Sejarah Hari Ibu

Kalender hari besar bangsa kita mencatat tanggal 22 Desember sebagai hari peringatan akan jasa-jasa seorang ibu. Sejarah ini bermula ketika pada tanggal tersebut di tahun 1928, diadakan kongres perempuan pejuang Indonesia yang dihadiri oleh organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Dalam kongres perempuan Indonesia atau yang dikenal dengan Kowani yang pertama kali diadakan di Yogyakarta tersebut, kemudian disusul oleh pertemuan-pertemuan lain yang kemudian dari sana ditetapkan oleh Presiden Soekarno melalui Dekrit Presiden No.316 Tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional. Semenjak itulah kemudian kita menjadikan tanggal 22 Desember sebagai hari yang istimewa bagi kaum ibu. Berbeda dengan negara Paman Sam Amerika yang merayakan Hari Ibu pada setiap ahad pekan kedua di bulan Mei. Dari sisi perbedaan ini, minimal ada sebuah sisi positif yang sedikit meninggikan martabat kita sebagai bangsa Indonesia. Karna biasanya, bangsa kita bercorak ikut-ikutan, pun dalam perayaan hari-hari besar tertentu selalu mengekor pada perayaan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa besar dunia. Tidak cuma itu, kitapun terbiasa untuk ikut-ikutan dalam aspek lain seperti aspek ekonomi, politik, keamanan dan lain sebagainya. Dan karena itulah yang menyebabkan bangsa kita tak pernah bisa meloloskan diri dari jeratan keterhimpitan kehidupan yang terutama didasarkan oleh ketidakberdayaan perekonomian.

Perayaan Hari Ibu dalam cermin masa kini

Hari ini perayaan hari kaum ibu sudah menginjak angka yang ke-78 semenjak diadakannya kongres perempuan Indonesia di tahun 1928. Semoga selama itu kita telah benar-benar memposisikan sosok ibu dalam tempat mulia sebagaimana adanya. Dan, segala penghormatan kita kepadanya bukan sebatas kita lakukan pada hari ini saja, sedangkan hari-hari yang lain tidak. Satu hal yang menjadi ironi dalam tradisi perayaan hari ibu adalah kondisi mereka yang sampai saat ini masih memprihatinkan, baik memprihatinkan karena tidak mendapatkan penghormatan yang sempurna dari anak-anaknya dalam segala kasusnya, atau juga keprihatinan oleh karena diri mereka sendiri yang tidak menyadari posisi mereka yang sangat urgen bagi pembentukan sebuah karakter bangsa. Ada pula sebagian dari kaum ibu yang tidak mencerminkan bagaimana seharusnya mereka memerankan tugasnya. Masih banyak kita mendengar berita yang mengiris-iris nurani kita ketika ada seorang ibu yang membuang anaknya, ataupun kita juga mendapati kasus-kasus dimana seorang ibu melalaikan tugas utamanya untuk mendidik anak-anaknya menjadi anak yang baik kelak di kemudian hari. Banyak dari mereka yang kemudian berprofesi menjadi seorang wanita karier dan meninggalkan dibelakang mereka kewajiban untuk mendidik dan membesarkan anak-anak mereka sendiri. Kalangan aktivis perempuan yang katanya dalam melancarkan gerakannya bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan dengan menganjurkan kesetaraan dalam berbagai bidang hingga mereka menuntut untuk memiliki kebebasan berekspresi dan bekerja di ranah publik kemudian menyisakan suatu permasalahan baru tentang nasib masa depan anak-anak mereka. Betapa tidak, ketika mereka aktif bekerja di luaran, sementara fungsi mendidik dan membesarkan anak-anak diserahkan kepada pihak-pihak tertentu macam baby sitter ataupun pembantu rumah tangga, maka sang anak kehilangan curahan kasih sayang dari ibu mereka, sekaligus juga tidak mendapatkan bimbingan dan pengajaran yang semestinya dari orang yang seharusnya paling dekat bagi mereka yaitu sosok seorang ibu. Itulah sebabnya untuk kasus seperti ini, banyak sekali pengalaman dimana anak justru lebih memiliki kedekatan emosional dengan pembantu di rumah dibanding dengan ibu mereka sendiri. Seperti sebuah kisah nyata seorang wanita muda yang menduduki posisi asisten manajer sebuah bank swasta, menangis pilu ketika menceritakan bagaimana anaknya yang sakit demam tinggi tak mau dipeluk oleh ibunya, tetapi berteriak-teriak memanggil nama pembantu mereka yang sedang mudik lebaran. Sungguhpun suatu pelajaran yang sangat tragis sekaligus memilukan.

Lalu, bagaimana seharusnya seorang ibu memerankan tugasnya dalam kehidupan?

Dan Islampun telah mengajarkan

Lebih dari lima belas abad yang lalu, Islam dengan segala kesempurnaan akan ajarannya telah menjelaskan akan peran dan kedudukan seorang ibu dalam kehidupan. Ia adalah seorang sosok manusia yang kehadirannya menjadi penyebab kesinambungan nasib peradaban. Ada yang mengatakan bahwa ibu merupakan sosok yang berperan sebagai madrasah peradaban. Bukan hanya dari rahimnya kita dilahirkan, tetapi juga melalui sentuhan kasih sayangnyalah kita dididik dan dibesarkan hingga kita menemukan dan menjalankan takdir kehidupan.

Kita sama-sama sepakat akan kehadiran sosok ibu yang teramat penting dalam setiap bait fase hidup kita. Kedudukannya tidak tergantikan oleh siapapun dalam hidup ini. Ibu kita adalah manusia mulia yang telah melahirkan kita, membesarkan kita, mendidik kita dengan kasih sayangnya, mengarahkan kita dengan ketulusannya. Maka jika ada seseorang yang wajib kita hormati dan kita taati setelah Alloh dan rosul-Nya, maka tempat itu akan pasti ditempati oleh sosok seorang ibu. Hal inipun mendapatkan pembenaran dalam ajaran Islam. Banyak sekali dalil qur’an maupun hadits yang menunjukkan ketinggian kedudukan seorang ibu bagi setiap kita. Diantaranya, betapa Al-qur’an dalam ayat-ayatnya menggandengkan syariat fundamental yaitu larangan menyekutukan Alloh dengan perintah untuk berbuat baik kepada bapak dan terutama ibu yang telah mengandung dan melahirkannya.(QS.4:36, 6:151, 17:23, 31:14)

Beberapa hadits juga menerangkan tentang keutamaan kedudukan seorang ibu dalam kehidupan seorang anak manusia. Dari Abu Huroiroh ra, ia berkata, “Seseorang datang menghadap rosululloh saw dan bertanya, “Siapakah manusia yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?“ Rosululloh menjawab, “Ibumu“. Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?“Rosululloh menjawab, “Ibumu“. Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?“ rosululloh kembali menjawab, “Ibumu“. Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?“ rosululloh menjawab, “Ayahmu“.(HR. Muslim)

Perhatikan bagaimana rosululloh menjawab sampai tiga kali untuk orang-orang yang wajib kita perlakukan dengan baik yaitu, “Ibumu“, “Ibumu“, “Ibumu“. Baru kemudian, “Ayahmu“. Hal ini tidak lain merupakan penjelasan betapa seorang ibu menempati posisi yang sangat tinggi dan mulia dalam kehidupan kita.

Keterangan lain mengisahkan tentang bakti seorang anak yang menggendong ibunya kesana kemari untuk thawaf di ka’bah dan mengikuti segala perintah ibunya, orang tersebut kemudian bertanya kepada Abdullah bin Umar,“Apakah aku sudah membalas jasa ibuku?“ maka dijawab oleh Abdullah bin Umar, “Belum setetespun engkau dapat membalas kebaikannya“(terdapat dalam Shahih ’adabul mufrod imam Al-Bukhori)

Atau hadits yang sudah lumayan masyhur yang menceritakan tentang seorang sahabat bernama Jaa-Himah yang memohon izin kepada rosululloh untuk ikut berjihad membela agama Alloh, lalu ditanyakan kepadanya oleh beliau saw, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?“. Sahabat tersebut menjawab, “Ya, ibuku masih hidup“. Maka kata nabi, “Hendaklah kamu berbakti kepada ibumu, karena sesungguhnya syurga berada dikedua telapak kaki ibu“.(HR. Nasa’i, Hakim dan Ahmad)

Disamping itu banyak sekali keterangan bagaimana Islam sangat memuliakan sosok seorang bernama ibu, sehingga dalam hadits terakhir, kedudukannya disepadankan dengan balasan syurga jika kita dapat melayani dan mentaatinya dengan baik. Sungguhpun sebuah kemuliaan yang tidak pernah sekalipun diberikan kepada kaum bapak.

Maka mari kita renungkan

Di hari istimewa ini, maka mari kita coba menyadari. Betapa seseorang yang selalu membersamai kita dengan kasih sayangnya, dan yang telah mendidik dan membesarkan kita dengan ketulusannya, adalah orang yang sangat berarti dalam hidup kita didunia, terlebih pula di akhirat sana. Sosok seorang ibu adalah manusia yang memiliki tanggungjawab agung untuk membimbing kita agar selalu berada dijalan-Nya. Dalam koridor ini hendaknya seorang ibu memiliki peran. Bukan dengan berteriak-teriak menyuarakan emansipasi yang justru merusak pola tatanan yang disana Islam telah mengajarkan. Bukan berarti Islam membatasi dan membedakan secara tidak adil akan peran dari kaum ibu dan kaum bapak. Tetapi justru keberbedaan itu merupakan keadilan hakiki yang melambangkan akan keseimbangan kehidupan. Bukankah keadilan itu berarti keseimbangan, walaupun tidak dalam kesamaan peran?

Untuk para ibu, maka mari kita coba menyadari dan mengevaluasi peran kita selama ini. Apakah sudah betul-betul kita menjalaninya sesuai dengan apa yang Alloh dan rosul-Nya gariskan, ataukah justru seringkali dengan atau tanpa sadar kita telah melalaikan. Sedangkan bagi kaum laki-laki, entah engkau sebagai anak ataupun sebagai suami, renungkanlah akan jasa-jasa seorang wanita dalam hidupmu yang wanita itu bisa jadi ibumu, atau mungkin juga istrimu, yang telah diberikan tugas yang bernilai agung yaitu untuk menjadi seorang pendidik utama dalam bangunan masyarakat. Maka muliakanlah mereka sebagaimana Islam mengajarkannya. Karena tugas agung itulah Alloh menganugrahkan telapak kakinya dengan balasan syurga, bagi mereka yang benar-benar menghormati mereka dan mentaati mereka, dengan segenap ketulusan jiwa.Wallohu a’lam bish showwab.[]AF

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home