Lembar Dakwah LABBAIK

Monday, October 16, 2006

Hakikat sebuah Kemenangan

Hakikat sebuah Kemenangan


”Allahuakbar, Allahuakbar,Allahuakbar, laa ilaaha illallaahu wallahuakbar, Allahuakbar walillahil hamd” ( Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,Tiada Tuhan selainAllah dan Allah Maha Besar dan untuk Allahlah segala pujian ).


Alhamdulillah kita telah menyelesaikan puasa Ramadhan selama sebulan penuh dengan meninggalkan banyak sekali kenangan dan pengalaman berharga yang bisa kita bawa untuk mengarungi dan menjalani sisa hidup kita didunia. Semoga puasa kemarin tidak hanya menjadi rutinitas tahunan belaka tanpa ada atsar / bekas di dalam jiwa dan tingkah laku keseharian kita. Ramadhan merupakan sarana bagi kita untuk menambah amal kebaikan karena di bulan Ramadhan amalan yang sunah akan dihitung wajib dan yang wajib akan dilipatgandakan pahalanya sampai tujuhpuluh kali. Selain itu, banyak sekali bonus pahala yang bisa kita dapatkan yaitu malam lailatul qadar yang setara dengan seribu bulan maupun yang lainnya seperti amalan i’tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Ramadhan harus membuat kita menjadi lebih baik dari segi ketakwaan dibanding sebelumnya. Kita bisa bertanya pada diri kita sendiri ketika tidak ada perubahan antara sebelum dan setelah Ramadhan karena Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin adalah orang dilaknat dan orang yang hari ini sama dengan hari kemarin termasuk orang merugi sedangkan orang beruntung adalah mereka yang hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jangan sampai kegembiraan kita di hari raya idul fitri membuat lupa untuk mengevaluasi perjalanan hidup yang telah kita lewati. Seorang ulama pernah mengatakan bahwa seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di Bulan Ramadhan saja padahal orang soleh adalah yang beribadah sepanjang tahun.
Bulan Ramadhan telah meninggalkan kita, tetapi kita tidak boleh bersedih karena hari ini merupakan hari kemenangan bagi kita yang telah berhasil memerangi hawa nafsu kita dan sebaliknya kita telah mengisi Ramadhan dengan amalan-amalan soleh. Ketika kita bicara sebuah kemenangan, tentu yang terlintas di pikiran kita adalah sebuah kegembiraan yang teramat sangat terasa dalam jiwa dan begitu membekas dan sangat mengesankan. Itu juga yang dialami seorang mu’min ketika telah menyelesaikan puasa ramadhan karena dia akan kembali ke fitrahnya sebagai manusia ketika dulu diciptakan yaitu Islam. Sangat terasa janggal ketika banyak orang yang memaknai kemenangan tersebut dengan menghamburkan banyak uang untuk berfoya-foya dengan membeli pakaian-pakaian baru dan mewah maupun makanan-makanan enak. Ketika Ramadhan akan berakhir bukan masjid yang penuh dengan orang yang melakukan I’tikaf tetapi justru pasar dan swalayan yang penuh sesak dengan orang yang ingin berbelanja keperluan-keperluan pribadi dengan dalih untuk mempersiapkan diri menyambut hari raya idul fitri. Padahal Rasulullah telah memberikan keteladanan pada kita dengan banyak beribadah di akhir Ramadhan untuk mengejar kemuliaan Lailatul Qadar. Orang bijak mengatakan bahwa tiada hari raya bagi orang yang memperindah diri dengan pakaian dan kendaraan mewah, hari raya hanya untuk orang yang diampuni dosanya karena amalnya di Bulan Ramadhan.
Ada beberapa jalan untuk mengukur seberapa besar kemenangan kita di Bulan Ramadhan, yaitu:
Pertama, lihat kondisi keimanan kita sebelum datang Ramadhan terutama yang menyangkut akhlak dan juga ibadah serta indikator keimanan lainnya.
Kedua, lihat kondisi kita ketika Bulan Ramadhan, amati sejauhmana keimanan kita meningkat atau malahan menurun.
Ketiga, amati kondisi ketika ketika Ramadhan telah berlalu apakah kondisi kita kembali seperti sebelum Ramadhan atau malahan menurun. Apa saja perbedaan antara sebelum dan sesudah Ramadhan, seberapa besar peningkatan kualitas ibadah kita dan seberapa banyak peningkatan frekuensi ibadah kita.
Jika ternyata kondisi keimanan kita setelah Ramadhan lebih buruk daripada sebelum Ramadhan maka kita termasuk kalah dan sebaliknya jika kondisinya lebih baik maka kita termasuk orang-orang yang menang dan bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan tenang dan penuh kegembiraan.
Hari ini merupakan hari yang diperintahkan untuk bergembira didalamnya sebagaimana perkataan Rasulullah pada Abu Bakar “ Hai Abu Bakar sesungguhnya tiap kaum memiliki hari raya dan hari ini adalah hari raya kita”. Hari Raya Idul fitri disebut juga hari pengampunan karena ketika hari itu datang maka manusia keluar menuju Allah sehingga Allah mendatangi mereka seraya berkata: “ Wahai hambaku, karena Aku engkau berpuasa, karena Aku engkau beribadah. Oleh karena itu, maka pulanglah kalian semua sebagai orang yang telah mendapat ampunan ”.
Ketika merayakan Idul fitri ada beberapa hal yang harus dilakukan:
Takbiran
Mengumandangkan takbir merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita akan nikmat dan petunjuk yang telah Allah berikan pada kita dan ketika datang hari raya takbir disyariatkan untuk dikumandangkan pada saat terbenam matahari hari terakhir Ramadhan sampai khotib shalat Ied naik keatas mimbar. Takbir juga menunjukkan rasa gembira kita akan datangnya hari kemenangan dan juga sebagai sarana untuk syiar Islam.
Karena takbiran saat hari raya merupakan salah satu bentuk taqarrub (mendekatkan diri pada Allah), maka harus diperhatikan adab-adab sebagai berikut:
· Ikhlas
Takbir yang dikumandangkan diniatkan hanya untuk mengagungkan asma Allah dan mencari Ridho-Nya.jangan sampai timbul niatan untuk pamer maupun mencari perhatian dari makhluk Allah.
· Khidmat
Takbiran hendaknya dengan penuh khidmat, sopan dan tawadhu agar tidak mengganggu lingkungan sekitar sehingga masyarakat bisa memaknai idul fitri dengan penuh ketenangan. Jangan mewarnai takbiran dengan membunyikan petasan ataupun semacamnya karena akan mengganggu lingkungan sekitar dan merusak suasana takbiran yang sudah khidmat.
· Menjauhi maksiat
Takbiran merupakan bentuk ketaatan pada Allah sehingga harus dipisahkan dari kemaksiatan seperti meminum minuman keras pada saat malam takbiran maupun melakukan takbir keliling dengan bukan muhrim yang banyak dilakukan oleh para pemuda.Allah SWT berfirman “ dan janganlah kamu mencampuradukan kebenaran dengan kebatilan ” (QS Albaqarah 42)
· Tidak berhura-hura
Takbiran harus dijauhkan dari sesuatu yang berbau pemborosan karena akan mengurangi esensi dari takbiran itu sendiri dan Allah sendiri sangat tidak menyukai orang yang boros.Allah berfirman ketika menyebutkan sifat orang-orang beriman “ dan orang yang menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kita tidak boleh melakukan suatu aktivitas yang sia-sia.
Shalat Ied
Shalat hari Raya Idul Fitri hukumnya sunah muakkad bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Ketika hari raya Idul fitri datang baik tua muda, laki-laki perempuan maupun orangtua dan anak-anak diharuskan untuk menunaikan Shalat Ied dengan memakai pakaian yang paling bagus dan juga disyariatkan untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat ke tempat shalat agar setelah Shalat bisa langsung bersilaturahmi. Selain itu, Rasulullah mengakhirkan pelaksanaan shalat Ied agar kaum muslimin bisa membagikan zakat fitrah. Shalat Ied dilaksanakan sebanyak dua rakaat dan diakhiri dengan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan. Dalam khutbahnya Rasulullah selalu memulainya dengan hamdalah agar tidak terputus dari berkah. Ibnu Abbas berkata ” Rasulullah biasanya menunaikan Shalat Ied dua rakaat tanpa disertai Shalat yang lain baik sebelumnya maupun sesudahnya”. Shalat Ied dilaksanakan di tanah lapang kecuali ada kondisi darurat yang terjadi seperti hujan maka bisa dilakukan di Masjid.
Silaturahmi
Silaturahmi merupakan upaya seorang muslim untuk menyambung tali persaudaraan dengan cara memberikan kebaikan dan menolak keburukan yang ada padanya. Silaturahmi yang dimaksud bukan sekedar membalas kunjungan atau pemberian tetapi juga menyambungkan yang terputus. Silaturahmi bisa dilakukan dengan berkunjung kerumah saudara, menolong dari kesulitan dan membantu mereka. Rasulullah bersabda “ Barangsiapa yang ingin dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaknya menyambung tali persaudaraan”.Perkataan nabi tersebut menunjukkan bahwa silaturahmi sangat menguntungkan dan kalau dibalik ketika silaturahmi tidak digiatkan tentu akan terjadi konflik yang nantinya akan mempersulit rezeki dan memperpendek umur kita. Pada suatu kesempatan Rasulullah memberikan nasihat pada sahabatnya :”Hendaknya kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah yaitu kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskan engkau, memberikan sesuatu (hadiah) kepada orang yang tidak pernah memberimu apa-apa dan hendaklah engkau bersabar kepada orang yang menganggap engkau bodoh”. Di Indonesia silaturahmi lebih dikenal dengan istilah halal bihalal yang merupakan salah satu bentuk silaturahmi yang diwujudkan dengan pertemuan keluarga, reuni dengan teman lama serta adanya tradisi mudik ke kampung halaman untuk bertemu handai taulan. Hal tersebut merupakan hal yang wajar asalkan memenuhi adab-adab silaturahmi.
Adab-adab silaturahmi sebagai berikut:
1. Memperhatikan hari dan waktu yang tepat untuk berkunjung serta kalau bisa memberitahu terlebih dahulu terutama untuk saudara jauh serta gunakan pakaian yang layak dan kalau bisa membawa hadiah atau sesuatu yang bermanfaat baik materi maupun nonmateri.
2. Orang yang lebih muda sebaiknya mendatangi yang lebih tua begitu pula orang awam mendatangi orang alim yang lebih tahu permasalahan agama.
3. Dianjurkan saling memberi nasehat dan wasiat kebaikan, jika dalam acara resmi dianjurkan mengundang da’I atau mubaligh untuk memberi ceramah agama.
4. Jangan mengatakan dan melakukan sesuatu yang yang tidak disukai serta hindari ghibah dan dusta..
5. Menjauhi kemaksiatan seperti berjabatan tangan dengan yang bukan muhrim, menyuguhkan musik dan lagu yang tidak Islami, melalaikan waktu Shalat dan lain-lain.
6. Ketika bertemu dianjurkan untuk berjabatan tangan, mengucapkan salam ketika pertemuan dan perpisahan serta saling mendoakan. Ketika bertemu sauadara sesama muslim dianjurkan untuk mengucapkan ” Taqabbalallahu minna wa minkum khullu amin wa antum bi khair” ( semoga Allah menerima amal ibadah kami dan kalian, serta semoga kalian selalu dalam kebaikan). Perkataan tersebut diucapkan dengan tulus dan wajah riang agar amal kita benar-benar bisa diterima Allah.
Ketika sedang merayakan hari raya Idul Fitri tentunya harus dengan penuh kegembiraan karena Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi orang-orang beriman yang mengarungi Bulan Ramadhan dengan penuh kesungguhan untuk memperoleh derajat taqwa. Kemenangan yang hakiki hanyalah bagi orang yang berpuasa hanya untuk Allah semata dan bukan milik orang yang berpuasa hanya memperoleh lapar dan haus saja karena ketidakikhlasan mereka. Dan ketika idul Fitri kita akan kembali pada fitrah kita sebagai seorang manusia yaitu Islam.( fm )




0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home