Lembar Dakwah LABBAIK

Tuesday, January 16, 2007

DI BALIK PERAYAAN TAHUN BARU


Tidak cuma ganti kalender secara massal, akhir tahun juga selalu diwarnai berbagai tradisi. Di stasiun tv, ada tayangan kaleidoskop yang mengulas peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam satu tahun yang akan ditinggalkan. Dukun dan paranormal banyak disantroni untuk dapetin ramalan jodoh, rizki, musibah, atau peruntungannya di tahun depan. Para desainer pakaian, penata rambut, atau produsen kosmetik juga udah siap me-launching produk-produk terbarunya untuk dipopulerkan di tahun mendatang.

Tapi semuanya kalah dibanding tradisi perayaan tahun baru. Sudah harga mati kalau peristiwa istimewa ini tidak boleh lewat tanpa dirayakan dengan heebooooh! Buat remaja, terasa garing binti kering-kerontang kalau malam tahun baru tidak ada acara arak-arakan di jalan raya. Baik dengan jalan kaki atau pake kendaraan bermotor sambil bakar petasan dan kembang api, niup terompet, metik gitar, dan menabuh gendang.

Tiap stasiun televisi jauh-jauh hari udah wanti-wanti bakal ngegelar acara spesial dalam rangka menyambut tahun baru. Musik, dance, kuis, games, semuanya digelar hingga larut malam. Puncak kemeriahan terjadi pada saat perhitungan mundur menjelang detik-detik pergantian tahun sebelum jarum jam menunjukkan pukul 00.00 (tahun baru) Tanpa dikomando, penonton di studio maupun pemirsa di rumah serempak meniup terompet. Di jalan raya, raungan keras dari knalpot dan teriakan klakson kendaraan bermotor memecah kesunyian malam. Nyala kembang api dalam berbagai warna menerangi gelapnya langit dan makin menambah kemeriahan dan semaraknya suasana. Kemudian berlanjut dengan pemberian ucapan selamat tahun baru, sun pipi kiri-kanan dan tukar-menukar kado dalam iringan musik yang hingar-bingar.

Tradisi Perayaan Tahun Baru Masehi

Ternyata perayaan tahun baru tidak cuma sebatas merengkuh kebersamaan saja. Tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka terhadap dewa. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja. Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara tersebut.

Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).

Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year's Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh.

Sejarah Tahun Masehi


Di tengah gencarnya ajakan dari sana-sini untuk merayakan tahun baru, kita justru sedih. Sedih karena banyak di antara kita, khususnya remaja muslim, tidak tahu kalau perayaan tahun baru merupakan bagian dari hari suci umat Kristen. Seperti yang tercantum dalam pernyataan dari kedubes AS perihal sejarah dan perayaan tahun baru.

Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, tanggal 1 Januari dirayakan sebagai hari tahun baru. Tepatnya tanggal 1 Januari tahun 45 Sebelum Masehi (SM). Tak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, dia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke-7 SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, ahli astronomi dari Aleksandria, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. ( www.irib.ir )

Sementara kalender sekarang yang banyak dicari di akhir tahun adalah Kalender Gregorian atau kalender Masehi. Kalender ini yang dinobatkan sebagai standard penghitungan hari internasional. Pada mulanya kalender ini dipakai untuk menentukan jadual kebaktian gereja-gereja Katolik dan Protestan. Termasuk untuk menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia. (www.babadbali.com ).

Hindari Tasyabuh

Sekarang kita tahu kalau perayaan pergantian tahun merupakan tradisi yang berasal dari orang kafir. Dengan dukungan sumber informasi dunia yang mereka kuasai, mereka menyeru dan mempublikasikan hari-hari besarnya ke seluruh lapisan masyarakat serta dibuat kesan seolah-olah hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum, populer, tren, dan bisa diperingati oleh siapa saja. Padahal ini merupakan salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya.

Ternyata, banyak dari kita yang tidak menyadari serangan budaya ini. Terlena oleh acara malam tahun baru yang dikemas secara apik dan menarik. Rasul dengan tegas melarang umatnya untuk meniru-niru budaya atau tradisi agama atau kepercayaan lain. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai (bertasyabuh) suatu kaum, maka ia termasuk salah seorang dari mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan ath-Thabrani)

Dalam hadits lain diceritakan: ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah SAW untuk meminta fatwa karena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi SAW menanyakan kepadanya (yang artinya): “Apakah di sana ada berhala, dari berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah?” Dia menjawab, “Tidak”. Beliau bertanya, “Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari raya mereka? ”Dia menjawab, “Tidak”. Maka Nabi bersabda, “Tepatilah nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksanakan nadzar dalam maksiat terhadap Allah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam” (Hadits Riwayat Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas mengajarkan kita untuk menghindari syiar dan ibadah orang kafir baik yang berkaitan dengan tempat maupun waktu. Meski itu dalam rangka beribadah kepada Allah. Sebab hal itu sama saja turut menghidupkan syiar-syiar mereka.

Kita tidak perlu malu atau segan untuk menolak ajakan untuk hura-hura atau pesta-pora di malam tahun baru atau perayaan lainya. Di hadapan lain boleh jadi kita dianggap sombong, tidak toleran, atau malah dikira makhluk asing karena ‘beda'. Tapi di hadapan Allah, kita bisa termasuk golongan para penghuni surga. Amin.

Karena itu, mari kita sama-sama sambut kesempatan yang Allah berikan dengan memperbanyak amal saleh dan mengurangi amal salah. Kita luruskan niat dalam berperilaku semata-mata mengharap ridho Allah SWT kita ringankan langkah kaki menuju taman-taman surga tempat mengkaji, memahami, meyakini semua aturan Allah SWT kita kuatkan pijakan kaki kita di atas akidah Islam di tengah serangan budaya dan pemikiran Barat. Kita padati hari-hari kita dengan tarbiyah atau pembinaan untuk menyiapkan perbekalan dalam menghadapi masa persidangan yaumul hisab kelak.Terakhir, kita semayamkan dalam diri kita semangat perjuangan Rasulullah SAW, para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in, dan para mujahid di medan perang untuk mengembalikan kemuliyaan Islam wal Muslimin.

Wallohu a’lam bishshowab. [M]

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home