Lembar Dakwah LABBAIK

Saturday, January 19, 2008

Hari Aids

URGENSI KELUARGA DALAM MENJAGA MORAL GENERASI BANGSA


"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan"
(QS. At-Tahrim: 6)

Esok hari, bertepatan dengan tanggal 1 Desember diperingati oleh masyarakat dunia sebagai Hari AIDS. Sejarah penetapan tanggal tersebut adalah ketika pada tahun 1988 diadakan pertemuan Menteri Kesehatan sedunia yang tujuannya membahas program untuk pencegahan wabah penyakit AIDS. Dan sejak saat itu, sebagai salah satu hasil pertemuannya adalah penetapan tanggal 1 Desember sebagai hari AIDS yang diperingati oleh pihak pemerintah, organisasi internasional dan yayasan amal di seluruh dunia hingga saat ini.

Peringatan tanggal tersebut sebagai Hari AIDS dikatakan maksudnya sebagai suatu cara untuk memberitahu dan menyadarkan masyarakat terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang hingga akhir tahun 2006 lalu telah merenggut nyawa lebih dari 25 juta orang, dan terdapat lebih dari 50 juta lainnya yang telah terinfeksi wabah mematikan tersebut.

Adalah sebuah kondisi yang memiriskan hati, di era yang disebut abad modern seperti sekarang ini, bukan hanya teknologi yang mengalami kemajuan pesat, akan tetapi permasalahan yang bermunculan dalam masyarakat pun tidak kalah tumbuh dengan pesatnya. Wabah HIV-AIDS sebagai salah satu problema pelik yang muncul berbarengan dengan semakin majunya teknologi, menjadi suatu momok bagi kita semua dan terutama pemerintah. Laju angka penderita HIV dari tahun ke tahun bukan menyurut melainkan justru meningkat. Hal ini membuat kita bertanya-tanya mengapa semua itu dapat terjadi.

Antara kemerosotan moral-akhlak dan wabah HIV-AIDS
Virus HIV-AIDS adalah merupakan suatu jenis penyakit mematikan yang munculnya hanya di zaman sekarang ini. Jika kita coba mengamati kronologi penyebarannya, dari sebab menjangkit ke tubuh seseorang hingga kemudian ia menular kepada orang lain, dapat diketahui bahwa semua itu adalah akibat dari orang tersebut yang tidak lagi mengindahkan nilai moral dan akhlak yang sumber utamanya adalah dari ajaran agama. Islam sebagai agama yang kita yakini kebenarannya adalah satu-satunya agama yang betul-betul sempurna yang mengatur kita untuk hidup dengan lurus. Ia adalah ajaran agama yang mengedepankan aspek akhlak, yang itu berlandaskan pada keyakinan yang benar terhadap Allah SWT, dan penauladanan sempurna atas diri rasulullah SAW. Mengenai keluhuran akhlak sebagai ajaran yang dengan tujuan tersebut rasulullah SAW diutus, pernah diriwayatkan sebuah hadits dari beliau; Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia."(HR. Ahmad). Atau pula beberapa ayat dalam Al-Qur’an di mana Allah menggaransi keluhuran akhlak beliau. Di dalam sebuah ayat disebutkan; "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung".(QS. Al-Qalam: 4).

Melihat hal tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwasanya Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akhlak. Tidaklah seseorang yang dengan benar mengamalkan ajaran Islam kecuali dengannya ia menjadi seorang yang memiliki kemuliaan akhlak. Selalu berkata benar, tepat dalam janjinya, amanah, bersikap adil, memiliki sifat pemalu serta segala tindak-tanduknya selalu terbingkai kemuliaan dan jauh dari kehinaan. Dalam kaitannya dengan penyakit AIDS, wabah tersebut dapat menjadi fenomena yang begitu menggejala disebabkan oleh karena norma maupun adab bertingkah laku yang sudah sangat jauh melenceng dari ajaran Islam. Pergaulan bebas dan disorientasi dalam kehidupan keluarga, adalah dua hal yang menjadi penyumbang utama seseorang melakukan tindakan-tindakan amoral hingga menyebabkan ia terjangkit virus HIV-AIDS.

Islam adalah agama fitrah bagi setiap manusia, didalamnya seseorang akan mendapatkan ajaran yang sempurna dan menyeluruh yang sesuai dengan tabiat makhluk manusia itu sendiri. Dalam hubungannya dengan kebutuhan biologis, Islam mensyariatkan pernikahan dan mengharamkan perzinaan. Budaya pergaulan bebas adalah suatu bentuk budaya yang datangnya dari barat yang membolehkan hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa sebuah ikatan halal pernikahan. Dalam istilah Islam, kita mengenal perbuatan ini dengan zina.

Islam menghukumi dengan keras seseorang yang berzina baik dia laki-laki ataupun perempuan, yaitu dengan dera sebanyak seratus kali sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an; "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman"(QS. An-Nuur: 2).

Hikmah yang dapat diambil dari hukuman tegas terhadap pelaku zina itu adalah agar dijauhi oleh umat manusia, yang dengannya membedakan ia dengan binatang. Manusia untuk menyalurkan hasrat biologisnya harus melalui cara yang sah lagi halal yaitu melalui lembaga pernikahan. Sementara binatang dapat dengan siapa saja menjalin hubungan biologis tanpa ikatan apapun, diwaktu kapanpun. Oleh karena itu, jauh sebelum Allah mengharamkan perzinaan, Dia telah mewanti-wanti kita untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang mendekatkan diri kita kepadanya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an; "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk" (QS. Al-Israa’: 32).

Para ulama mengatakan bahwa perbuatan yang mendekati kepada praktik zina adalah seperti perbuatan berpegangan tangan, berjalan berduaan, berciuman dan sebagainya yang itu dilakukan oleh dua orang yang belum diikat dalam lembaga pernikahan. Kita menyebut perbuatan-perbuatan tersebut di zaman sekarang ini dengan istilah "pacaran". Sungguh, ajaran agama ini begitu sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Tidaklah seorang manusia mengikuti jalannya kecuali ia hidup dengan lurus dan mulia. Dan sekali saja kita membelot dari aturan Islam, maka kesengsaraan-lah yang niscaya akan menimpanya. Seperti praktik pergaulan bebas (perzinaan) yang kemudian menghasilkan malapetaka kemanusiaan berupa wabah penyakit HIV-AIDS yang itu hanyalah satu akibat yang ditimbulkan dari pengabaian akan penerapan aturan Islam dalam kehidupan.

Kita sangat prihatin dengan kondisi kaum remaja dan pemuda kita yang telah mengalami krisis identitas, sehingga mereka lebih bangga dengan apa-apa yang datangnya dari barat, hatta persoalan nilai yang mereka anut. Budaya seperti berpacaran hingga pergaulan bebas dengan lawan jenisnya adalah hasil budaya import yang diterima begitu saja tanpa dipilah dan dipilih yang manakah yang bernilai positif untuk kita ambil manfaatnya, dan yang mana pula yang bernilai negatif untuk kita buang sejauh-jauhnya. Akar sebab seperti inilah yang membuat bangsa kita mengalami demoralisasi, khususnya terjadi di golongan remaja maupun pemuda kita.
Lunturnya nilai-nilai keluarga sebagai penyebab kemerosotan akhlak

Yusuf Qardhawy, seorang ulama ternama asal Mesir pernah menuliskan dalam salah satu bukunya, bahwa satu malapetaka terbesar yang dibawa peradaban materialis barat yang menimpa umat Islam adalah dalam kehidupan berkeluarga. Pergaulan bebas yang menjadi arus nilai utama yang mewarnai kehidupan sosial mereka semakin meminggirkan fungsi dan peran keluarga yang sangat fundamental dalam masyarakat. Peradaban barat mengajarkan masyarakat untuk tidak lagi mensakralkan posisi dan peran keluarga. Bilapun masih ada yang melirik peran keluarga, maka ia tidak lebih dari tempat menyalurkan hasrat seksual dari seorang suami kepada istrinya. Sedangkan fungsi-fungsi pendidikan dan penyiapan generasi yang berkualitas dari segi moral-intelektual tidaklah lagi dipandang. Dan celakanya itu pulalah yang terjadi dalam masyarakat kita. Pemaknaan tentang ikatan pernikahan ataupun institusi keluarga hanya dianggap sebagai "sesuatu yang sudah seharusnya". Artinya, seperti jika ditanyakan kepada seseorang yang telah menikah, mengapa ia mengambil keputusan untuk menikah, maka jawaban yang diberikannya adalah "karena pernikahan adalah sesuatu yang niscaya, sebagai fase yang memang harus dilalui", tanpa pernah menyiapkan visi bahwa menikah adalah ibadah, menikah adalah upaya regenerasi nilai moral-intelektual, menikah adalah sarana untuk melabuhkan rasa kasih dan sayang, sebagai tempat mengisi ulang semangat, dan seterusnya. Sehingga yang terjadi kemudian adalah hubungan yang tumbuh di dalam keluarga sangat mekanistik, tanpa ruh, miskin perasaan kasih dan sayang dan seterusnya, yang seringkali membuat suasana dalam keluarga tak ubahnya seperti rumah sakit jiwa yang hanya mengumpulkan orang-orang yang memiliki kepentingan serta keasyikan sendiri-sendiri, atau seperti neraka yang seolah-olah menyiksa penghuninya. Rumah tangga seperti ini tidaklah lagi dapat diharapkan mampu menjadi rumah tangga ideal yang menjadi basis moral serta memiliki kualitas kepribadian yang mempesona. Yang ada, rumah tangga seperti ini adalah rumah tangga broken home yang bersemboyan "Hidup segan mati tak mau" oleh karena ketiadaan lagi orientasi di dalamnya. Sang suami tidak pernah betah di rumah dan lebih sering pergi bersama sekretaris kantornya. Sang istri lebih senang ngerumpi dan berbelanja hingga tidak peduli dengan nasib anak-anaknya. Bahkan anak-anak pun tidak terasuh dengan baik sehingga membuatnya mencari kesenangan lewat narkotika, naudzu billaahi min dzaalik.

Penutup
Walhasil, setidaknya ada beberapa variabel yang membuat kehidupan sosial masyarakat semakin merosot akhlaknya, dan bermuara pada pergaulan bebas dan semakin merajalelanya wabah virus HIV-AIDS. Yang pertama adalah serangan budaya barat yang begitu deras hingga membuat terkoyaknya bangunan budaya ketimuran, yang jika ditelisik lebih jauh, aktor utama pengobrak-abrik budaya kita yang terkenal sopan dan santun itu adalah media televisi yang menyiarkan tayangan-tayangan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal-nasional. Di lain sisi yang lebih riil, penetrasi nilai budaya yang sangat destruktif itu kemudian menghancurkan sendi utama dalam setiap masyarakat yaitu lembaga keluarga yang semakin tidak memiliki legitimasi dan juga fungsi ideal sebagaimana terdapat dalam ajaran Islam.

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk memperhatikan betul nasib keluarga kita. Jangan sampai ia menjadi salah satu korban derasnya arus budaya negatif yang diimpor dari barat melalui televisi. Hendaknya kita menjadikan keluarga kita sebagai basis pembangunan yang sifatnya mendasar dalam upaya memperbaiki bangsa dan negara di waktu depan, dengan mendidiknya secara baik dan benar sebagaimana Islam sudah sangat sempurna memberikan pengajaran. Wallahu a’lam bish showwab.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home