Lembar Dakwah LABBAIK

Saturday, March 03, 2007

Islam Cinta Keadilan


“ Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki ?( Hukum ) siapakah yang lebih baik daripada hukum Alloh bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?”
( QS. Al Maidah: 50 )


Sudah merupakan hal yang wajar apabila setiap manusia mendambakan ketenteraman dalam hidupnya. Kebanyakan manusia tidak suka dengan sesuatu yang dianggap perilaku kejam dan tidak berperikemanusiaan. Sehingga wajar jika ada beberapa orang yang menolak adanya hukuman mati bagi para pelaku pembunuhan maupun pelaku kejahatan lainnya karena dianggap terlalu kejam. Lantas kenapa dalam ajaran Islam diterapkan hukuman mati bagi para pelaku pembunuhan yang disengaja, apakah Islam kejam dan tidak adil. Tentu tidak, karena hal tersebut justru mencerminkan betapa adilnya Islam karena Islam sebagai rahmatan lil “alamin ingin menebarkan nilai-nilai keadilan pada seluruh manusia. Dalam hal ini, hukuman mati yang diberikan bagi pelaku pembunuhan bukanlah hukuman yang terlampau kejam tetapi justru ingin memberikan efek jera bagi para pelakunya dan keamanan dalam masyarakat. Hukuman mati merupakan hukuman yang sangat adil karena setimpal dengan kejahatan yang telah dilakukan dan syariat Islam bertujuan ingin melindungi jiwa manusia. Selain itu, bukanlah kematian yang akan didapatkan oleh orang yang dihukum mati tetapi justru kehidupan abadi lah yang akan dia dapatkan. Dan permasalahan pembunuhan merupakan sesuatu yang akan diadili pertama kali pada hari kiamat.

Lalu sebenarnya keadilan sendiri itu apa. Banyak orang yang mencoba memberi makna pada keadilan, tetapi banyak yang berbeda-beda dalam memaknainya. Orang komunis akan memaknai keadilan dengan sama rata sama rasa, dalam artian sesuatu dapat dikatakan adil ketika semua hal ditanggung bersama tanpa ada pembedaan. Ada lagi yang memaknai adil adalah kesamaan peran antara pria dan wanita tanpa memandang fitrahnya. Bahkan ada yang memandang bahwa keadilan akan tegak hanya dengan membiarkan semua orang berbuat semaunya sendiri karena keadilan tercapai jika seluruh kebutuhan materi sudah tercapai. Lalu bagaimana pemaknaan Islam terhadap keadilan.

Makna keadilan dalam Islam

Dikisahkan saat pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Azis ada salah satu Gubernur yang melapor bahwa kotanya butuh perbaikan gedung. Mendengar laporan tersebut, Umar Bin Abdul Azis hanya mengatakan bahwa untuk membangun kota yang harus dilakukan bukanlah perbaikan gedung tetapi membentengi kota dengan keadilan dan membersihkan jalannya dari kezaliman. Pernyataan tersebut sangat luar biasa krena diucapkan oleh seorang pemimpin yang telah membuat rakyatnya makmur sehingga tidak ada satupun rakyatnya yang layak menerima zakat. Pernyataan itu sendiri menunjukkan bahwa keadilan merupakan tiang pancang kehidupan, karena apabila keadilan tidak diterapkan maka sendi-sendi kebersamaan akan runtuh. Di dalam kebersamaan, setiap manusia akan bertanggungjawab pada yang lain dan harus bisa berlaku adil. Sebagai contoh bahwa seorang pemimpin harus berlaku adil pada bawahannya sebagai bentuk tanggungjawabnya. Apalagi bagi seorang penguasa yang harus berlaku adil pada rakyat yang telah memilihnya. Bisa dibilang bahwa hanya keadilan yang mampu mengantarkan hak bagi yang berhak dan menolaknya dari yang tidak berhak. Keadilan akan mengantarkan rasa aman bagi setiap manusia karena dia tahu bahwa haknya tidak mungkin diambil orang lain dan dirinya tidak akan dibebani dengan sesuatu yang bukan kewajibannya. Kalau dilihat dalam konteks keumatan, Alloh tidak akan menolong umat Islam jika mereka tidak berbuat adil. Dari uraian diatas secara sederhana keadilan bisa diartikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa terkecuali. Dan Islam sebagai sebuah agama yang bersumber dari wahyu Ilahi selalu mendasarkan setiap peraturan tanpa mengabaikan aspek kemanusiaan. Dalam artian setiap peraturan yang ada dalam Islam merupakan sesuatu yang bisa dipahami oleh akal sehat manusia, meskipun kadang-kadang banyak pula yang tidak mampu memahaminya.

Bukti Keadilan Islam

Dahulu ketika jaman khalifah Ali Bin Abu Thalib, ada sebuah kisah yang sangat perlu untuk kita teladani. Kisah tersebut dimulai saat khalifah Ali kehilangan baju perangnya pada suatu peperangan. Suatu waktu, beliau melihat baju besi miliknya yang dulu hilang dipakai oleh seorang Yahudi karena beliau sangat hafal dengan ciri-ciri baju besinya. Kemudian baju besi yang berada di tangan Yahudi itupun diminta oleh Ali, tetapi Yahudi tersebut tidak mau menyerahkannya karena merasa bahwa baju besi itu adalah benar miliknya. Hal tersebut menyebabkan khalifah Ali melaporkan orang Yahudi tersebut pada hakim yang kala itu dijabat oleh Syuraih. Akhirnya persidangan pun dilaksanakan, dan untuk memperkuat argumentasinya Ali memanggil dua orang saksi yaitu pembantunya dan Hasan anaknya sendiri. Akan tetapi hakim Syuraih hanya menerima kesaksian pembantunya dan tidak menerima kesaksian Hasan karena masih memiliki hubungan darah dengan Ali. Hal itu menyebabkan Ali memprotes sang hakim akan tetapi protes tidak digubris. Karena saksinya kurang, maka hakim memutuskan bahwa baju besi itu adalah milik orang Yahudi itu. Mendengar hasil persidangan, Ali pun berlapang dada karena memang dia tidak bisa menghadirkan saksi untuk memperkuat tuntutannya, sedangkan orang Yahudi tersebut takjub atas apa yang terjadi di depan matanya. Dia heran kenapa seseorang yang merupakan penguasa bisa kalah oleh dirinya yang seorang rakyat jelata yang yahudi. Akhirnya Yahudi itu langsung mengakui bahwa baju besi itu memang milik Ali bukan miliknya dan diapun mengucapkan dua kalimat Syahadat pertanda dia telah masuk Islam. Tadinya dia hanya mengharapkan baju besi menjadi miliknya dan karena keadilan Islamlah dia bisa mendapatkan kekayaan yang abadi yaitu keimanan. Bahkan dia pun bisa mendapatkan baju besi juga karena Ali menghadiahkan baju besi tersebut untuknya ditambah dengan sejumlah uang. Kisah tersebut tentu mengajarkan kita bahwa Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan sesuai dengan firman Alloh : “ berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan taqwa” ( Q S AlMaidah:8 ). Keadilan yang dilakukan seseorang akan mengantarkannya menjadi orang-orang yang bertaqwa. Ketika peraturan yang ada mendasarkan diri pada tuntunan Alloh dan Rosul-Nya tidak akan terjadi kezaliman di muka bumi. Sebagai contoh adalah syariat poligami yang banyak dikeluhkan karena dianggap tidak adil. Dulu sebelum Islam datang, orang-orang arab juga telah melakukan poligami. Akan tetapi tidak ada pembatasan jumlah dan dilakukan semau mereka sendiri sehingga wanita menjadi terdzalimi. Akan tetapi setelah Islam datang, jumlahnya dibatasi maksimal empat orang dan persyaratan untuk melakukan poligami pun diperketat. Contoh lain adalah dalam pembagian waris, Islam membagi waris dengan proporsi laki-laki dan wanita dua banding satu. Hal itu dilakukan karena tanggungjawab laki-laki lebih besar untuk mencari nafkah keluarga dan juga memelihara keluarganya.

Sempurnanya hukum Alloh

Keadilan di muka bumi hanya dapat tercapai apabila Islam diterapkan dalam segenap aspek kehidupan termasuk aspek hukum / syariat. Sesuai dengan Firman Alloh “ Tidaklah kami alpakan sesuatupun dalam Alqur’an “ ( QS Al An’am:38 ). Tujuan syariat sendiri dalam Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan, keadilan dan kesejahteraan umat manusia. Islam sendiri memiliki syariat / peraturan hukum yang sangat sempurna karena memiliki beberapa keunikan, diantaranya:

Pertama, bersifat manusiawi yang menunjukkan relevansi hukum Islam dengan watak manusia serta kebutuhan dan keinginan manusia. Kemudian menghargai hak hidup manusia, memenuhi kebutuhan rohani dan mengembangkan akal pikir manusia. Selain itu, juga menjunjung tinggi prinsip kehidupan manusia seperti keadilan, toleransi, permusyawaratan, saling mengasihi,saling memaafkan, persatuan, perdamaian dan sebagainya.

Kedua, bercirikan moral yang menunjukkan bahwa hukum Islam berpijak pada kode etik tertentu mengingat Nabi Muhammad diturunkan bertujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia dengan tetap berpijak pada kode etik dalam Alqur’an. Hal ini berarti Islam menjaga kehormatan dan martabat manusia, saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, serta mendudukkan sesuatu sesuai kedudukannya..

Ketiga, bercirikan universal dalam artian seluruh aturan ada dan mengikat untuk seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Tidak seperti agama lain yang diturunkan untuk umat agamanya saja, segenap peraturan yang ada dalam Islam tidak hanya untuk umat Islam saja tetapi mengikat juga ke umat lain.

Islam dan syariahnya membuka diri dan dapat berdialog dengan siapapun dan kapanpun karena Islam menjelaskan seluruh permasalahan umat. Selain itu, syariah Islam juga memliki karakteristik tersendiri diantaranya:

Pertama, sempurna mengingat Islam sebagai agama terakhir telah disempurnakan oleh Alloh sehingga mencakup berbagai dimensi kehidupan baik akidah, politik kemasyarakatan, kebudayaan, pertahanan dan keamanan, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan sebagainya.

Kedua, berwatak harmonis dan seimbang yakni keseimbangan yang tidak goyah, selaras dan serasi sehingga membentuk ciri khas yang unik. Karenanya ada hukum wajib sebagai bandingan haram, sunah dengan makruh dan ditengahi oleh hukum mubah. Hal lainnya adalah menempatkan kewajiban seiring dengan penuntutan hak, menggunakan harta benda tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, dan sebagainya.

Ketiga, dinamis yang menunjukkan bahwa syariah Islam bisa berkembang menurut kondisi pada masa itu. Adanya ijtihad dalam Islam membuka jalan berubahnya peraturan yang belum ada ketetapan yang pasti.

Kesimpulan

Uraian diatas tentunya menunjukkan pada kita bahwa Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan demi tercapainya kesejahteraan dan kemaslahatan bersama. Sudah banyak hal yang membuktikan adilnya setiap peraturan yang ada dalam Islam, apalagi ketika itu diterapkan oleh orang yang bertaqwa. Dalam sisi hukum, tidak ada pembedaan semua yang bersalah akan dihukum sesuai peraturan yang berlaku tanpa terkecuali. Alloh tidak akan menegakkan negara yang banyak terjadi kedzaliman meskipun penduduknya muslim dan sebaliknya Alloh juga tidak akan menghancurkan negara yang adil meskipun mereka kafir. Azab Alloh akan datang ke dalam suatu masyarakat Islam jika mereka memang berhak untuk diberi peringatan. Oleh karena itu, setiap muslim tidak boleh ragu bahwa Islam adalah satu-satunya pandangan hidup yang mampu menjelaskan makna keadilan di seluruh bidang kehidupan. Kita harus berperan aktif untuk menegakkan keadilan di kehidupan kita, dimanapun kita berada. Wallohu a’lam bisshowab ( H )


Maraji:
Al Qur’an, Fiqih Sunnah, Minhajul Muslim


0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home