Lembar Dakwah LABBAIK

Saturday, January 19, 2008

DAKWAH KELUARGA*



Sesungguhnya keluarga memiliki nilai yang sangat penting dalam sebuah bangunan masyarakat Islam. Tidaklah tegak nilai-nilai Islam dalam masyarakat jika ia belum tegak dalam lingkup terkecil daripada masyarakat yaitu keluarga. Oleh karena itulah, menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah gerakan dakwah untuk menjadikan pembentukan institusi keluarga sebagai salah satu tahapan strategis dakwah dalam mewujudkan cita-citanya, sebagaimana Imam syahid Hasan Al-Banna yang telah menjadikan pembentukan keluarga (binaa’ul usrah wal muslimah) sebagai salah satu bagian dari manhaj dakwah yang kita kenal dalam suatu skema tahapan yang disebut marotibul ‘amal. Seperti yang telah kita ketahui, konsep perbaikan rumusan Imam syahid ini merujuk kepada manhaj yang digariskan dalam Al-qur’an dalam merancang agenda perbaikan umat yang dimulai dari perbaikan diri (ishlahunnafs) hingga puncak dari pada cita-cita ideal kita yaitu agar Islam menjadi soko guru dunia (ustadziatul ‘alam).

Jika kita mencoba untuk mengkaitkan, maka tema tentang dakwah keluarga dalam tatsqif kali ini sangat erat dengan tema yang pernah dibahas sebelumnya yaitu rumah tangga muslim. Jikapun terdapat perbedaan, maka itu terletak pada titik tekan maksud ataupun tujuan dari materi di antara keduanya. Kalau dalam materi rumah tangga muslim barangkali sekedar memaparkan karakteristik yang harus ada dalam suatu keluarga muslim, sehingga dengan begitu diharapkan akan menjadi gambaran buat kita tentang rumah tangga yang akan kita bangun kelak –insyaAllah-. Namun pada materi dakwah keluarga penekanan lebih kepada peran kita nantinya sebagai qowwam dari bahtera yang akan kita layarkan. Meskipun bagi kita (yang belum berkeluarga) sebetulnya materi ini lebih mengarah kepada pembinaan keluarga dimana kita menjadi anggota di dalamnya. Kita sebagai anak misalnya, maka menjadi kewajiban kita pula untuk mendakwahkan Islam kepada keluarga kita. Kepada ayah, bunda, adik, kakak, dan saudara-saudara. Sehingga kita harapkan keluarga dalam konteks pola bottom up itu juga menjadi pendukung dalam dakwah, bukan justru menjadi penghalang dakwah. Walaupun secara tekstual nash yang ada, maupun dari tulisan-tulisan yang sudah dibuat oleh para pakar, tema tentang dakwah keluarga lebih dibawa ke arah dakwah yang bersifat top down ketika kita nanti menjadi qowwam dalam bahtera rumah tangga, wallohu a’lam.

Masyru’iyah

Ajaran Islam meletakkan keluarga sebagai pondasi utama dalam suatu tatanan masyarakat yang Islami yang sesuai dengan nilai yang terdapat dalam Al-qur’an dan as-sunnah. Hal ini dapat kita lihat dari bebarapa nash dari keduanya (Al-qur’an dan hadits). Salah satu ayat yang populer yang bertutur tentang kewajiban dakwah kepada keluarga adalah dalam Al-qur’an surat At-tahrim (66) ayat ke-enam. Allah berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu...".

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhu berkata demi menafsirkan ayat ini, bahwasanya maksudnya yaitu "Beritahukan (ajarkan) keluargamu untuk taat kepada Allah, takut akan adzab-adzabNya, dan menjauhi maksiat-maksiat yang dapat menyebabkan datangnya murka Allah dan adzab neraka yang pedih". Realisasi praksis dari ayat ini sebagaimana diungkapkan oleh para fuqaha salah satunya adalah sebuah hadits berderajat hasan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi yang memerintahkan kita untuk menyuruh anak-anak untuk mengerjakan sholat apabila sudah berumur 7 tahun dan memukul mereka setelah berumur 10 tahun. Berkata pula para fuqaha bahwa perintah ini bukan hanya pada urusan ibadah sholat saja, akan tetapi juga termasuk perintah-perintah Allah seperti puasa dan lainnya, sehingga mereka memiliki kecintaan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Kewajiban seorang ayah adalah membawa keluarganya terjauhkan dari perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam neraka, karena memang seorang ayah adalah kepala keluarga yang bertugas memimpin istri dan anaknya dalam bahtera rumah tangga, dan kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban dalam pengadilan di akhirat kelak, sebagaimana rasulullah bersabda:
"Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang imam pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya". (HR. Bukhari dan Muslim)

Urgensi Dakwah Keluarga

Dalam setiap ajaran Islam, tentunya terkandung kepentingan-kepentingan yang pasti bernilai maslahat bagi manusia itu sendiri, pun dalam urusan dakwah ini. Islam mengajarkan bahwasanya dakwah tidaklah ditempuh kecuali dengan menggunakan manhaj, yaitu semacam metode dan pola dalam melancarkan gerakan-gerakannya. Mengenai dakwah keluarga ini, telah pula diabadikan dalam Al-qur’an suatu penggalan ayat yang menjadi salah satu pedoman dalam berdakwah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: " Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat".(QS. Asy-Syu’ara: 214).

Mengapa dakwah kepada keluarga menjadi begitu penting? Beberapa hal dibawah ini menjadi alasan kenapa dakwah menjadikan keluarga sebagai objek fundamen dalam perjalanannya menggapai cita-cita.

Keluarga adalah rakyat pertama yang dimiliki oleh seorang pemimpin

Keluarga adalah sel-sel utama dalam pembentukan masyarakat, kesalehan mereka akan sangat menentukan kesalehan masyarakat pada umumnya.
Keberhasilan da’wah keluarga akan sangat menunjang keberhasilan da’wah di masyarakat, dan kegagalan da’wah di keluarga akan menjadi hambatan bagi keberhasilan da’wah di masyarakat.
Medan sosial terkecil dalam penegakan syari’ah Allah, setelah seseorang menegakkannya pada dirinya sendiri.

Adapun buah yang dapat dipetik dari diperintahkannya dakwah kepada keluarga diantaranya adalah:
Dihormatinya fikrah kepala keluarga/seorang da’i
Terpeliharanya adab-adab Islam di keluarga
Bergabungnya keluarga dalam barisan da’wah
Kebahagiaan hidup di dunia dan akherat

Terciptakannya keharmonisan keluarga

Jika kita mencoba mencermati betul ajaran Islam, ternyata instusi keluarga merupakan suatu poin penting, bahkan ia bernilai primer dalam kaitannya dengan proyek peradaban dakwah yang telah sama-sama kita rentasi ini. Maka berdakwah adalah memperbaiki diri. Bersamaan dengan itu, berdakwah sesungguhnya adalah juga mempersiapkan diri dalam menyongsong keutamaan separuh agama. Bukan hanya merupakan kebutuhan fitrah kita, tapi ia juga menjadi manuver strategis dakwah yang tercakup dalam marotibul ‘amal. Maka berbekallah sejak jauh hari. Bersiaplah menjadi nakhoda yang akan membawa bahtera kepada kehidupan syurga, baik dunia maupun akhirat sana. Jika belum tiba saatnya bagi kita untuk merealisasikan tahapan dakwah kedua yaitu membina rumah tangga, maka saling memotivasi-lah agar Allah pula mengaruniakan rahmat-Nya dan membuat kita dapat segera menjemput kemuliaan yang terkandung dalam ajaran separuh agama. Dan biarkan sebuah ayat mewarna-warnikan suasana penantian kita dengan penuh keindahan serta pengharapan, "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)". (QS. Thaha: 84). Wallahu a’lam bish shawwab.
(Abu Fauzan U. Tri Rahmadi)

*Disampaikan pada tatsqif keluarga Labbaik, rumah kontrakan akh Imam, Jum’at 13 Juli 2007
Maraji’: - Artikel tatsqif "Rumah Tangga Islami" oleh akh Ugha_Moslem
- Kompilasi materi tarbiyah dan taujih DPP PKS
- Majalah el-fata edisi 08 th. 1/2001/1422
- 1100 Hadits terpilih, Muhammad Faiz Al-Math

1 Comments:

  • Eh,ini bener tulisanku, sampe lupa pernah nulis kaya gini,he..he..(abu fauzan yang telah berganti kuniyah menjadi abu usamah)

    By Blogger bang_utray, At 2:31 pm  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]



<< Home